Saturday, April 24, 2010

HIDUP ROHANI IMAM

HIDUP ROHANI IMAM

“O manusia kecil, berpalinglah dari urusan sehari-hari, biarkanlah pergumulan pikiranmu dan tinggalkanlah kesibukan beratmu! Bebaskanlah dirimu supaya dapat bersama-sama dengan Allah selama beberapa saat dan istirahatlah dalam Dia! Masuklah dalam bilik paling dalam di jiwamu dan keluarkanlah siapapun selain Allah dan apapun yang dapat menghantarmu mendekati-Nya. Lalu tutup pintu dan nantikanlah Dia! Dengan sepenuh hati katakan kepada Allah: “Ku cari wajah-Mu, Ya Tuhan. Wajah-Mu yang kucari.” (St. Anselmus)

Seorang imam, suster atau biarawan/wati seringkali dianggap sebagai manusia rohani (rohaniwan). Julukan tersebut seharusnya bukan menjadi semacam stiker yang otomatis ditempelkan kepada seseorang sesudah ia mengucapkan kaul/menerima sakramen tahbisan, melainkan menjadi sebuah pemicu dan pemacu usaha para rohaniwan untuk semakin ahli dalam bidang rohani. Keahlian dalam bidang rohani tidak akan pernah bisa diambil sebagai sebuah mata kuliah bahkan dengan bobot studi 5 sks sekalipun. Untuk dapat ahli dalam bidang rohani seseorang mutlak perlu memiliki hidup rohani yang baik pula. Hidup rohani lebih merupakan sebuah relasi pribadi dengan Pencipta daripada sekadar pengetahuan. Usaha untuk menggeluti kerohanian yang sungguh-sungguh mendalam (dan bukan sekadar teori) merupakan usaha seumur hidup. Sakramen tahbisan sama sekali tidak bisa menjadikan seseorang tiba-tiba ahli dalam hal rohani.

Dalam makalah ini pertama-tama penulis berusaha menyajikan beberapa pandangan dari dokumen-dokumen Gereja tentang kemendesakan seorang Imam untuk senantiasa mengembangkan hidup rohaninya. Selanjutnya, pada bagian yang kedua penulis hendak menguraikan fenomena kekeringan rohani yang sering melanda para gembala umat secara lebih praktis.

HIDUP ROHANI

Semua orang Kristen dipanggil menuju pada kekudusan atau kesempurnaan yang mesra dengan Allah. Allah-lah yang pertama-tama menghendaki agar kita bersatu dengan diri-Nya, melalui perantaraan Anak-Nya dan Roh Kudus. Untuk itu perlulah kita hidup di dalam Roh. St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia menandaskan bahwa apabila kita hidup oleh Roh, maka hendaklah kita dipimpin oleh Roh itu juga (Gal 5:25). Dengan ini, St. Paulus mengingatkan kita bahwa hidup orang Kristen adalah hidup rohani. Hidup Rohani itu sendiri berarti hidup yang dijiwai dan dibimbing oleh Roh menuju kekudusan atau kesempurnaan cinta kasih.

HIDUP ROHANI SEORANG IMAM

Allah telah memilih dari antara umat yang dikasihinya itu orang-orang yang bersama dengan Roh Kudus membimbing umatnya kepada kesempurnaan. Orang-orang itu adalah para imam.. Adalah misi para imam untuk menghantar seluruh umat Allah menuju kesempurnaan. Dengan demikian imam mempunyai peran yang amat penting. Tuntutan hidup rohani para imam tidaklah berbeda dengan umat Allah pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada misi para imam itu sendiri dan tuntutan untuk menjadi sempurna terlebih dahulu.

Pentingnya Hidup Rohani bagi seorang Imam

Hidup rohani amatlah penting bagi imam terutama dalam kaitan dengan hidup dan misinya. Ada beberapa alasan yang menunjukan betapa pentingnya hidup rohani bagi seorang imam, yakni:
  • Tuntutan Kesempurnaan
Semua orang Kristen dipanggil menuju kesempurnaan. Kesempurnaan terlebih dahulu dituntut dari pihak imam. Hal ini dikarenakan posisi mereka sebagai orang yang secara khusus dipanggil untuk membantu umat Allah menuju kesempurnaan. Imam wajib mencapai kesempurnaan itu berdasarkan alasan khas, yakni: karena dengan menerima Tahbisan, para imam secara baru ditakdiskan kepada Allah, mereka menjadi sarana yang hidup bagi Kristus, Sang Imam Abadi.
  • Tritugas Imam
Seorang imam mempunyai tiga tugas, yakni pelayan sabda (nabi), pelayan liturgi (imam), dan gembala umat Allah (raja). Sebagai pelayan sabda Allah, para imam haruslah membaca dan mendengarkan Sabda Allah yang wajib disampaikan kepada umat Allah. Seorang imam pertama-tama haruslah merenungkannya, sehingga Sabda Allah itu berakar di dalam dirinya. Sebagai pelayan liturgi, para imam secara khas membawakan pribadi Kristus. Untuk itu, para imam dituntut menghayati apa yang mereka laksanakan dalam tindakan liturgi, terutama pada Ekaristi. Sedangkan sebagai gembala umat Allah, para imam hendaknya mengusahakan apa yang berguna bagi umat yang mereka gembalakan, sehingga sampai pada kesatuan dengan Allah.
  • Manusia Rohani
Para imam adalah manusia rohani, sebagai manusia rohani hidup mereka haruslah bersumber pada hal-hal yang bersifat rohani sehingga misi mereka untuk membantu umat Allah sampai pada kesempurnaan dapat tercapai. Untuk itu mereka perlu utuh dan selaras dengan citra hidup mereka sendiri.

Sumber-sumber hidup rohani imam

Hidup rohani imam bukanlah suatu yang otomatis jadi, tetapi melalui usaha terus-menerus. Karena itu, para imam harus membakar hidup rohani mereka dari sumber-sumber hidup rohani yang ada. Ada beberapa sumber api hidup rohani para imam, yakni:
  • Pertama, api rohani. Api rohani maksudnya adalah segala bentuk kegiatan yang langsung mengenai “hidup batin, hidup dalam persatuan mesra dengan Allah, hidup doa, dan kontemplasi” (PDV, art 49) dari seorang imam. Persatuan dengan Allah menjadi suatu hal yang penting dan mendasar bagi seorang imam. Beberapa kegiatan rohani itu ialah perayaaan Ekaristi, sakramen tobat, ibadat harian, meditasi, devosi, visitasi, dll.
  • Kedua, api pastoral juga merupakan sumber hidup rohani bagi imam, sebab seluruh kegiatan pastoral memang dilakukan untuk membangun hidup rohani baik umat maupun dirinya sendiri.
  • Ketiga, api pastoral juga penting bagi seorang imam dalam kaitannya dengan hidup rohani imam, sebab tuntutan karya imam juga merupakan tuntutan mendasar akal budi, yang berpartisipasi dalam cahaya Budi Allah. Dalam kenyataan, imam juga dapat kurang memiliki pengetahuan yang tepat tentang imannya. Untuk itulah dibutuhkan “peningkat api intelektual” sehingga umat yang dibimbing olehnya ada pada jalan yang tepat. Ada tiga bentuk peningkat api intelektual yakni: studi berlanjut, rekoleksi/retret, serta bimbingan rohani. Keempat, api jasmani mengacu pada kegiatan-kegiatan para imam secara fisik melibatkan kaidah tata tertib kehidupan. Kegiatan-kegiatan itu adalah disiplin hidup, olah raga, dan rekerasi serta pengembangan bakat. Semua kegiatan ini memiliki relasi dengan hidup rohani.
KEKERINGAN ROHANI PARA GEMBALA KRISTUS

Fenomena kekeringan rohani Para Gembala Kristus merupakan tema yang seringkali kurang mendapat perhatian yang cukup bila dibandingkan dengan fenomena kekeringan rohani umat. Kurangnya perhatian akan tema ini bukan disebabkan oleh para gembala yang “rela berkorban” bagi domba-dombanya tetapi justru karena para gembala kerapkali bersikap acuh tak acuh terhadap kehidupan rohaninya sendiri. Padahal, Yesus sendiri justru memberikan contoh perhatian-Nya kepada para gembala umat dalam peristiwa-peristiwa penampakan sesudah kebangkitan-Nya.(Yoh 21:1-14). Berikut ini penulis akan menuliskan secara singkat sebab-sebab, indikator dan dampak yang timbul akibat dari kekeringan rohani.

Sebab-Sebab Kekeringan Rohani
  • Ranting memisahkan diri dari pokok anggur dan mencoba menjadi pohon anggur yang baru (Yoh 15:1-8)
  • Kecenderungan untuk menjadikan kehidupan spiritual sama dengan pekerjaan profesional kita (Contoh: terlalu berhati-hati dengan nilai teologis dalam setiap doa, merayakan ekaristi dianggap menggantikan kebutuhan doa pribadi)
  • Melakukan pekerjaan Roh Kudus tanpa kekuatan penuh dari Roh Kudus (contoh: penyembuhan, pengampunan dosa, penggembalaan domba)
  • Doa pribadi bergeser menjadi sekadar tugas dan sejajar dengan tugas-tugas pelayanan lainnya sehingga doa pribadi dapat ditunda karena tak seorang pun mengetahuinya kecuali saya dan Tuhan dan sejauh ini tampaknya Tuhan tidak keberatan
Tanda Indikator Kekeringan Rohani
  • Antusiasme, sukacita dan energi untuk mewartakan sabda lenyap digantikan dengan kekosongan dan kehampaan
  • Ekaristi dan pelayanan sakramental menjadi ritual rutin yang nyaris tanpa makna
  • Tanpa adanya alasan kesehatan muncul tanda-tanda: kelelahan, kelesuan, kedinginan, kemarahan yang tidak terkontrol, kecemasan yang muncul dan tenggelam dengan tiba-tiba, ingin tidur panjang, makan dan minum yang manis secara berlebihan, dsb.

Dampak Kekeringan Rohani
  • Ranting yang memisahkan diri akan layu, kering dan mati (Yoh 15:1-8)
  • Gembala kelaparan dan kemudian justru melahap habis domba-domba-Nya
  • Gembala membiarkan dirinya habis dimakan oleh domba-domba-Nya secara mengerikan

RELEVANSI

Ekaristi, ibadat harian bersama dan acara-acara rohani yang dijadwalkan oleh seminari memang kerapkali membantu kita untuk tetap setia dengan acara rohani tersebut. Namun, tentunya tetap perlu dikembangkan spiritualitas pribadi yang sangat berguna bila nanti dalam pelayanan kita sudah tidak ada lagi jadwal ataupun komunitas yang mengingatkan kita. Selain itu, Santo Bernardus dari Clairvaux Perancis (1090-1153) juga mengajarkan kepada kita agar tidak menjadi penyalur rahmat Allah seperti saluran pipa air, melainkan seperti waduk yang akan menunggu sampai permukaannya penuh baru kemudian mengalirkannya kepada yang lain. Nasihat ini bukanlah sebuah nasihat yang egois, tetapi justru merupakan kebijaksanaan yang mendalam dan realistis. Nemo dat quod non habet.

DAFTAR PUSTAKA

Dokumen Gereja
Yohanes Paulus II. Anjuran Apostolik: Pastores Dabo Vobis, terj. R. Hardawiryana SJ. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. 1997.
Konsili Vatikan II. “Dekrit tentang pelayanan dan kehidupan para imam” (PO) dalam Dokumen Konsili Vatikan II, terj. R. Hardawiryana SJ. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI – Obor. 2002.
Buku Lain
Heuken, A, SJ. Spiritualitas Kristiani. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2002.
Leteng, Hubertus, Dr. Spiritualitas Imamat Motor Kehidupan Imam. Maumere: Ledalero. 2003.
Wuellner, Flora Slosson. Gembalakanlah gembala-gembalaku. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1998.

No comments:

Post a Comment