Latihan khotbah
Perikop Injil Rabu, 11 November 2009
Luk 17:11-19
Siapa orang di dunia ini yang mencintai Penderitaan? Saya kira tidak ada seorang pun di antara kita yang suka bila menderita. Namun, bacaan Injil hari ini mengajar kita untuk tidak begitu saja membenci penderitaan. Injil hari ini memberi kabar gembira kepada kita bahwa ternyata kita dapat memetik buah-buah yang melimpah dari penderitaan yang kita alami. Dalam perenungan saya paling tidak ada tiga buah yang dapat kita petik dari penderitaan yang kita alami.
Buah pertama. Dalam Injil dikatakan bahwa Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Sepuluh orang kusta itu segera tahu kehadiran Yesus bahkan ketika Yesus baru saja memasuki suatu desa. Penderitaan yang dialami oleh kesepuluh orang kusta tadi menyebabkan mereka bisa melihat kesempatan-kesempatan yang ada untuk disembuhkan. Bahkan kesempatan terkecil sekalipun. Hal yang serupa tapi tak sama dapat kita jumpai juga di masyarakat sekeliling kita. Ketika ada berita kesembuhan yang datang dari Ponari “Si Bocah Ajaib” itu, ribuan orang berbondong-bondong datang untuk minta disembuhkan. Penderitaan yang timbul dari sakit fisik dapat menjadi tenaga bagi seseorang untuk memiliki harapan akan kesembuhan bahkan terkadang dengan cara apapun. Namun, Penderitaan yang dimaksud di sini bukan hanya penderitaan penderitaan yang timbul karena penyakit yang bersarang di tubuh kita. Penderitaan pun kerap kita alami bila kita menginginkan suatu hal/barang tertentu. Misalkan: Suatu kali kita melihat sebuah handphone yang sangat keren. Kita sangat menginginkannya. Namun, apa daya? Uang tidak ada. Penderitaan menumbuhkan harapan. Orang yang tidak pernah mengalami penderitaan mungkin tidak akan pernah bisa berharap, tidak akan pernah sempat berharap atau bahkan tidak akan pernah ingin untuk berharap. Kita sangat menderita karena dosa-dosa kita. Santo Paulus mengatakan bahwa kita adalah tawanan dosa. Kuasa dosa itulah yang menyebabkan walaupun di dalam hati kita mencintai hukum-hukum Allah, tetapi ternyata yang kita lakukan justru bertentangan dengan hukum Allah tersebut. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. (Rm 7:19). Penderitaan yang kita alami karena kuasa dosa semoga juga memunculkan pengharapan akan kuasa pembebasan yang datang dari Yesus.
Buah kedua. Dalam Injil dikatakan bahwa sepuluh orang kusta tadi bersama-sama menemui Yesus dan bersama-sama pula berteriak, Yesus, Guru, kasihanilah kami.” Setelah Yesus menyembuhkan mereka hanya ada 1 orang samaria yang kembali untuk mengucapkan terima kasih. Apakah kita memperhatikan bahwa ternyata kelompok sepuluh orang itu merupakan kelompok campuran antara orang Yahudi dan orang Samaria. Kita mengetahui dari kitab suci betapa buruk hubungan antara orang Yahudi dan Samaria ketika mereka baik-baik saja. Mereka saling mengejek bahkan membenci satu sama lain. Yesus pun pernah mengalami hal yang sama ketika ia meminta minum dai seorang perempuan samaria, "Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?" (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.) (Yoh 4:9). Penderitaanlah yang ternyata mampu menyatukan mereka. Penderitaan mampu menjebol pagar-pagar pemisah yang mungkin kita buat selama kita masih baik-baik saja. Jika kita lihat dalam masyarakat kita, Penderitaan ternyata mampu mengakrabkan par buruh pabrik yang semula tidak saling mengenal untuk bersama-sama berdemonstrasi demi perbaikan kesejahteraan mereka. Penderitaan kita di dunia ini seharusnya juga dapat menyatukan dan mengakrabkan kita untuk bersama-sama menghadap Yesus Sang pemberi kelegaan, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat 11:28).
Buah Ketiga. Penderitaanlah yang membuat kita bisa bersyukur dan berterima kasih. Pengalaman menderita membuat kita bisa membedakan antara pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Para penderita kusta dalam Injil pun pasti mengalami hal ini. Pengalaman yang penuh penderitaan menjadi orang kusta membuat mereka sadar betapa nikmatnya hidup yang bisa mereka alami sebelum mereka menjadi orang kusta. Kesembuhan dari kusta merupakan rahmat yang tak terkira karena dengan demikian mereka dapat kembali merasakan kenikmatan hidup sebagai orang yang sehat. Rahmat inilah yang membuat 1 orang Samaria tadi kembali untuk mengucap syukur kepada Tuhan.
Sadar bahwa ada banyak buah yang dapat kita petik dari penderitaan yang kita alami akan membuat kita bertahan dalam penderitaan, tidak putus asa bahkan bersyukur dalam penderitaan. Kesadaran inilah yang tampaknya kurang dimiliki oleh kesembilan orang kusta lainnya itu? Mungkin mereka mengganggap bahwa penderitaan itu hanyalah sebuah “giliran” yang harus diterima oleh seseorang. “Wes, wayahé!”, kata orang Jawa. Pemaknaan yang dangkal terhadap penderitaan membuat mereka tidak bisa bersyukur atas rahmat yang diberikan kepada mereka. Marilah kita bertahan dalam penderitaan kita masing-masing dan percaya bahwa pada waktunya nanti Yesus akan datang untuk melepaskan penderitaan kita.
Yoseph Indra Kusuma
Perikop Injil Rabu, 11 November 2009
Luk 17:11-19
Siapa orang di dunia ini yang mencintai Penderitaan? Saya kira tidak ada seorang pun di antara kita yang suka bila menderita. Namun, bacaan Injil hari ini mengajar kita untuk tidak begitu saja membenci penderitaan. Injil hari ini memberi kabar gembira kepada kita bahwa ternyata kita dapat memetik buah-buah yang melimpah dari penderitaan yang kita alami. Dalam perenungan saya paling tidak ada tiga buah yang dapat kita petik dari penderitaan yang kita alami.
Buah pertama. Dalam Injil dikatakan bahwa Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Sepuluh orang kusta itu segera tahu kehadiran Yesus bahkan ketika Yesus baru saja memasuki suatu desa. Penderitaan yang dialami oleh kesepuluh orang kusta tadi menyebabkan mereka bisa melihat kesempatan-kesempatan yang ada untuk disembuhkan. Bahkan kesempatan terkecil sekalipun. Hal yang serupa tapi tak sama dapat kita jumpai juga di masyarakat sekeliling kita. Ketika ada berita kesembuhan yang datang dari Ponari “Si Bocah Ajaib” itu, ribuan orang berbondong-bondong datang untuk minta disembuhkan. Penderitaan yang timbul dari sakit fisik dapat menjadi tenaga bagi seseorang untuk memiliki harapan akan kesembuhan bahkan terkadang dengan cara apapun. Namun, Penderitaan yang dimaksud di sini bukan hanya penderitaan penderitaan yang timbul karena penyakit yang bersarang di tubuh kita. Penderitaan pun kerap kita alami bila kita menginginkan suatu hal/barang tertentu. Misalkan: Suatu kali kita melihat sebuah handphone yang sangat keren. Kita sangat menginginkannya. Namun, apa daya? Uang tidak ada. Penderitaan menumbuhkan harapan. Orang yang tidak pernah mengalami penderitaan mungkin tidak akan pernah bisa berharap, tidak akan pernah sempat berharap atau bahkan tidak akan pernah ingin untuk berharap. Kita sangat menderita karena dosa-dosa kita. Santo Paulus mengatakan bahwa kita adalah tawanan dosa. Kuasa dosa itulah yang menyebabkan walaupun di dalam hati kita mencintai hukum-hukum Allah, tetapi ternyata yang kita lakukan justru bertentangan dengan hukum Allah tersebut. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. (Rm 7:19). Penderitaan yang kita alami karena kuasa dosa semoga juga memunculkan pengharapan akan kuasa pembebasan yang datang dari Yesus.
Buah kedua. Dalam Injil dikatakan bahwa sepuluh orang kusta tadi bersama-sama menemui Yesus dan bersama-sama pula berteriak, Yesus, Guru, kasihanilah kami.” Setelah Yesus menyembuhkan mereka hanya ada 1 orang samaria yang kembali untuk mengucapkan terima kasih. Apakah kita memperhatikan bahwa ternyata kelompok sepuluh orang itu merupakan kelompok campuran antara orang Yahudi dan orang Samaria. Kita mengetahui dari kitab suci betapa buruk hubungan antara orang Yahudi dan Samaria ketika mereka baik-baik saja. Mereka saling mengejek bahkan membenci satu sama lain. Yesus pun pernah mengalami hal yang sama ketika ia meminta minum dai seorang perempuan samaria, "Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?" (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.) (Yoh 4:9). Penderitaanlah yang ternyata mampu menyatukan mereka. Penderitaan mampu menjebol pagar-pagar pemisah yang mungkin kita buat selama kita masih baik-baik saja. Jika kita lihat dalam masyarakat kita, Penderitaan ternyata mampu mengakrabkan par buruh pabrik yang semula tidak saling mengenal untuk bersama-sama berdemonstrasi demi perbaikan kesejahteraan mereka. Penderitaan kita di dunia ini seharusnya juga dapat menyatukan dan mengakrabkan kita untuk bersama-sama menghadap Yesus Sang pemberi kelegaan, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat 11:28).
Buah Ketiga. Penderitaanlah yang membuat kita bisa bersyukur dan berterima kasih. Pengalaman menderita membuat kita bisa membedakan antara pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Para penderita kusta dalam Injil pun pasti mengalami hal ini. Pengalaman yang penuh penderitaan menjadi orang kusta membuat mereka sadar betapa nikmatnya hidup yang bisa mereka alami sebelum mereka menjadi orang kusta. Kesembuhan dari kusta merupakan rahmat yang tak terkira karena dengan demikian mereka dapat kembali merasakan kenikmatan hidup sebagai orang yang sehat. Rahmat inilah yang membuat 1 orang Samaria tadi kembali untuk mengucap syukur kepada Tuhan.
Sadar bahwa ada banyak buah yang dapat kita petik dari penderitaan yang kita alami akan membuat kita bertahan dalam penderitaan, tidak putus asa bahkan bersyukur dalam penderitaan. Kesadaran inilah yang tampaknya kurang dimiliki oleh kesembilan orang kusta lainnya itu? Mungkin mereka mengganggap bahwa penderitaan itu hanyalah sebuah “giliran” yang harus diterima oleh seseorang. “Wes, wayahé!”, kata orang Jawa. Pemaknaan yang dangkal terhadap penderitaan membuat mereka tidak bisa bersyukur atas rahmat yang diberikan kepada mereka. Marilah kita bertahan dalam penderitaan kita masing-masing dan percaya bahwa pada waktunya nanti Yesus akan datang untuk melepaskan penderitaan kita.
Yoseph Indra Kusuma
No comments:
Post a Comment