Seperti
yang sudah dikatakan dalam bagian pengantar, buku ini memang sungguh tampak
sebagai kristalisasi pemikiran Karl Barth diusia senjanya setelah bergulat
selama bertahun-tahun dengan teologi. Saya merasa banyak disegarkan oleh
beberapa buah refleksi Karl Barth di masa tuanya ini.
Apa
itu teologi?
Menurut
Barth, tujuan utama teologi adalah untuk mengenal, mengerti, dan memberitakan
Allah yang memperkenalkan diri dalam Injil, yang berfirman sendiri kepada
manusia dan yang bertindak di antara manusia. Teologi Barth adalah teologi firman. Firman
Allah adalah penyataan Allah yang
menjadi pokok persoalan Teologi.
Alih-alih memberikan
definisi lugas teologi injil, Barth memberikan beberapa ciri yang menandai ilmu
teologi. Pertama, teologi adalah ilmu
yang bersikap rendah hati. Ia menanti dibenarkan oleh Allah sendiri dan tidak
berusaha mengangkat dirinya di hadapan ilmu yang lain. Kedua, teologi menunggu dengan sabar dan menanti dengan penuh
percaya bagaimana eksistensi, iman, dan daya pikir manusia dapat dilukiskan
dalam konfrontasi dengan Allah yang mendahuluinya dalam injil. Ketiga, Pokok teologi berdasarkan Injil
adalah Allah dalam sejarah tindakan-tindakannya. Barth sangat menitikberatkan penyataan Allah dan Alkitab. Firman Allah
dilihat dalam kerangka dinamis
daripada statis. Firman Allah adalah peristiwa Allah yang berbicara kepada manusia
dalam Yesus Kristus, yang adalah penyataan pribadi Allah kepada manusia. Barth
beranggapan bahwa teologi beku yang lama
telah khilaf karena membuat firman menjadi benda yang statis, yang bisa dianalisis dan dibedah
seperti mayat. Keempat, Allah yang
memperkenalkan diri dalam Injil bukanlah Allah yang menyendiri. Allah yang
ingin dibawa oleh teologi adalah Allah yang berfirman kepada manusia dengan
ramah dan membawa damai sejahtera. Dengan demikian teologi ialah suatu ilmu
yang bersyukur dan bersukaria karena Allah beserta kita.
Menurut Barth, teologi
harus didasarkan atas firman Allah saja, bukan atas pengetahuan alamiah atapun filsafat
manusia. Bart menolak semua teologi alamiah yaitu teologi yang berdasarkan ciptaan atau akal
manusia, lepas dari firman Allah. Barth menandaskan bahwa hanya firman Allah
yang menjadi satu-satunya dasar teologi. Dengan demikian Bart ingin menegaskan bahwa
Allah dalam kekristenan sama
sekali tidak dikenal di luar Yesus Kristus. Semua pengetahuan alamiah tentang Allah,
baik melalui ciptaan dsb, ditolak.
Bagaimana berteologi?
Sejauh pemahaman saya,
Karl Barth menempatkan dulu teologi pada posisi yang tepat agar kemudian
manusia bisa berteologi dengan benar. Tempat pertama teologi adalah Firman
Allah, Sejarah Imanuel yang bermula dalam sejarah Israel dan tiba pada
tujuannya dalam Yesus Kristus, yang adalah firman Allah yang disampaikan kepada
manusia dalam segala zaman dan lingkungan. Di tempat selanjutnya, ada golongan
tertentu, yaitu para nabi dan para rasul dari alkitab yang langsung menerima
firman dan dipanggil menjadi saksi-saksi sejati (otentik) yang penuh wibawa
terhadap segala zaman dan lingkungan. Berikutnya, muncul jemat sebagai akibat
dari pewartaan firman yang disampaikan oleh saksi-saks pertama. Mereka ini
dipanggil untuk menjadi saksi-saksi tingkat kedua dan ditentukan untuk
memberitakan karya dan firman Allah ke seluruh dunia. Last but not least, adalah Roh. Teologi
dengan dirinya sendiri tidak dapat menemukan kebenaran tanpa kehadiran Roh
Kudus di dalamnya. Tanpa Roh Kudus, teologi hanyalah sistematisasi hasil
pemikiran manusia dan bukan merupakan kebenaran. Argumen ini didasarkan pada
diri Allah yang adalah bebas dan tidak dapat dibatasi oleh apa pun, bahkan oleh
perbuatan dan penyataan-Nya yang pernah atau telah terjadi dalam sejarah.
Dengan demikian, teologi yang berusaha menemukan Allah harus terus menerus
dilakukan dengan cara baru, sebab tanpa pembaruan ini teologi hanyalah
formalitas sistematisasi pemikiran manusia.
Ada tiga sikap yang
disebut Karl Barth sebagai sikap-sikap yang ada dalam diri seorang teolog dan
mendasari kegiatan berteologinya, yakni: keheranan, perkenaan, dan kewajiban.
Tentang keheranan.
Keheranan muncul dan harus tetap ada dalam diri seorang teolog selamanya.
Teologi dimulai dari keheranan. Keheranan yang dimaksudkan adalah sesuatu yang
melebihi rasa tercengang karena berhadapan dengan suatu kejadian yang hanya
sementara luar biasa, aneh dan baru, dan kemudian akan menjadi biasa, lazim,
dan dikenal lama. Verwunderung
(keheranan menghadapi keajaiban) sangat berbeda dengan Bewunderung (rasa kagum). Keheranan dalam teologi muncul karena
teologi mempunyai kebaruan tak terhingga dalam pokok-pokok ilmunya. Bergulat
dngan teologi akan selalu menimbulkan keheranan yang tak henti-henti. Seorang
teolog yang sudah mulai tidak lagi merasa keheranan berarti karyanya mulai membusuk
sampai akar.
Tentang perkenaan.
Pokok ilmu teologi tidak mengijinkan peminatnya untuk mengambil suatu jarak
antara dirinya dan pokok itu serta menyimpan hasil penelitian bagi dirinya
sendiri. Dalam teologi Allah seakan menyerang, menahan dan menguasai teolog
untuk menjadi pelaku dan bukan sebagi penonton saja. Peminat teologi tidak saja
tertarik secara sadar ataupun tak sadar, tetapi terkena oleh teologi tua res agitur. Dengan kata lain, pokok
ilmu teologi mempunyai daya serang sehingga manusia yang didekatnya itu
dikenainya.
Tentang kewajiban.
Kewajiban adalah kenyataan bahwa seorang teolog dikaruniai suatu kemerdekaan
yang khas karena fungsi yang mewajibkannya untuk menggunakan kemerdekaan itu
secara istimewa. Terdapat hukum yang harus dihormati di seberang segala
keheranan dan perkenaan agar teolog dapat mengenal dan mengakui kebenaran.
Teologi seakan membuat teolog merasa wajib untuk mencemplungkan dirinya dalam
pokok-pokok ilmunya, dengan hukum yang membebaskan.
Sebagai suatu
simpul, Berteologi harus dimulai dengan iman. Iman inilah yang membuat
seseorang lalu memiliki sikap keheranan, terkena dan wajib. Iman adalah conditio sine qua non dari ilmu teologi.
Di dalam peristiwa iman itu keheranan, keterkenaan, dan kewajiban menyebabkan
seseorang menjadi teolog.
Untuk dapat
berteologi, seseorang harus pertama-tama menjadi mendengar firman Allah. Mengapa
demikian? Karena teologi adalah jawaban manusiawi terhadap logos Allah. Tanpa
mendengarkan firman Allah seseorang tidak bisa berteologi karena tidak memiliki
sesuatu yang perlu dijawab. Para teolog adalah mereka yang mendengarkan Firman
Allah dan menyaksikannya secara manusiawi, yaitu melalui pandangan dan cara
pikir yang ditentukan oleh waktu dan tempat. Namun demikian, dalam berteologi
harus disadari bahwa hasil pengolahan teologi harus “berada di bawah”
saksi-saksi pertama dan Alkitab karena merekalah saksi-saksi sejati (otentik)
firman Allah.
Yoseph Indra Kusuma
No comments:
Post a Comment