Thursday, March 7, 2013

MEMBACA PENGANTAR KE DALAM TEOLOGI BERDASARKAN INJIL KARYA KARL BARTH


Seperti yang sudah dikatakan dalam bagian pengantar, buku ini memang sungguh tampak sebagai kristalisasi pemikiran Karl Barth diusia senjanya setelah bergulat selama bertahun-tahun dengan teologi. Saya merasa banyak disegarkan oleh beberapa buah refleksi Karl Barth di masa tuanya ini.
Apa itu teologi?
Menurut Barth, tujuan utama teologi adalah untuk mengenal, mengerti, dan memberitakan Allah yang memperkenalkan diri dalam Injil, yang berfirman sendiri kepada manusia dan yang bertindak di antara manusia. Teologi Barth adalah teologi firman. Firman Allah adalah penyataan Allah yang menjadi pokok persoalan Teologi.
Alih-alih memberikan definisi lugas teologi injil, Barth memberikan beberapa ciri yang menandai ilmu teologi. Pertama, teologi adalah ilmu yang bersikap rendah hati. Ia menanti dibenarkan oleh Allah sendiri dan tidak berusaha mengangkat dirinya di hadapan ilmu yang lain. Kedua, teologi menunggu dengan sabar dan menanti dengan penuh percaya bagaimana eksistensi, iman, dan daya pikir manusia dapat dilukiskan dalam konfrontasi dengan Allah yang mendahuluinya dalam injil. Ketiga, Pokok teologi berdasarkan Injil adalah Allah dalam sejarah tindakan-tindakannya. Barth sangat menitikberatkan penyataan Allah dan Alkitab. Firman Allah dilihat dalam kerangka dinamis daripada statis. Firman Allah adalah peristiwa Allah yang berbicara kepada manusia dalam Yesus Kristus, yang adalah penyataan pribadi Allah kepada manusia. Barth beranggapan bahwa teologi beku yang lama telah khilaf karena membuat firman menjadi benda yang statis, yang bisa dianalisis dan dibedah seperti mayat. Keempat, Allah yang memperkenalkan diri dalam Injil bukanlah Allah yang menyendiri. Allah yang ingin dibawa oleh teologi adalah Allah yang berfirman kepada manusia dengan ramah dan membawa damai sejahtera. Dengan demikian teologi ialah suatu ilmu yang bersyukur dan bersukaria karena Allah beserta kita.
          Menurut Barth, teologi harus didasarkan atas firman Allah saja, bukan atas pengetahuan alamiah atapun filsafat manusia. Bart menolak semua teologi alamiah yaitu teologi yang berdasarkan ciptaan atau akal manusia, lepas dari firman Allah. Barth menandaskan bahwa hanya firman Allah yang menjadi satu-satunya dasar teologi. Dengan demikian Bart ingin menegaskan bahwa Allah dalam kekristenan sama sekali tidak dikenal di luar Yesus Kristus. Semua pengetahuan alamiah tentang Allah, baik melalui ciptaan dsb, ditolak.
Bagaimana berteologi?
Sejauh pemahaman saya, Karl Barth menempatkan dulu teologi pada posisi yang tepat agar kemudian manusia bisa berteologi dengan benar. Tempat pertama teologi adalah Firman Allah, Sejarah Imanuel yang bermula dalam sejarah Israel dan tiba pada tujuannya dalam Yesus Kristus, yang adalah firman Allah yang disampaikan kepada manusia dalam segala zaman dan lingkungan. Di tempat selanjutnya, ada golongan tertentu, yaitu para nabi dan para rasul dari alkitab yang langsung menerima firman dan dipanggil menjadi saksi-saksi sejati (otentik) yang penuh wibawa terhadap segala zaman dan lingkungan. Berikutnya, muncul jemat sebagai akibat dari pewartaan firman yang disampaikan oleh saksi-saks pertama. Mereka ini dipanggil untuk menjadi saksi-saksi tingkat kedua dan ditentukan untuk memberitakan karya dan firman Allah ke seluruh dunia. Last but not least, adalah Roh. Teologi dengan dirinya sendiri tidak dapat menemukan kebenaran tanpa kehadiran Roh Kudus di dalamnya. Tanpa Roh Kudus, teologi hanyalah sistematisasi hasil pemikiran manusia dan bukan merupakan kebenaran. Argumen ini didasarkan pada diri Allah yang adalah bebas dan tidak dapat dibatasi oleh apa pun, bahkan oleh perbuatan dan penyataan-Nya yang pernah atau telah terjadi dalam sejarah. Dengan demikian, teologi yang berusaha menemukan Allah harus terus menerus dilakukan dengan cara baru, sebab tanpa pembaruan ini teologi hanyalah formalitas sistematisasi pemikiran manusia.
Ada tiga sikap yang disebut Karl Barth sebagai sikap-sikap yang ada dalam diri seorang teolog dan mendasari kegiatan berteologinya, yakni: keheranan, perkenaan, dan kewajiban.
Tentang keheranan. Keheranan muncul dan harus tetap ada dalam diri seorang teolog selamanya. Teologi dimulai dari keheranan. Keheranan yang dimaksudkan adalah sesuatu yang melebihi rasa tercengang karena berhadapan dengan suatu kejadian yang hanya sementara luar biasa, aneh dan baru, dan kemudian akan menjadi biasa, lazim, dan dikenal lama. Verwunderung (keheranan menghadapi keajaiban) sangat berbeda dengan Bewunderung (rasa kagum). Keheranan dalam teologi muncul karena teologi mempunyai kebaruan tak terhingga dalam pokok-pokok ilmunya. Bergulat dngan teologi akan selalu menimbulkan keheranan yang tak henti-henti. Seorang teolog yang sudah mulai tidak lagi merasa keheranan berarti karyanya mulai membusuk sampai akar.
Tentang perkenaan. Pokok ilmu teologi tidak mengijinkan peminatnya untuk mengambil suatu jarak antara dirinya dan pokok itu serta menyimpan hasil penelitian bagi dirinya sendiri. Dalam teologi Allah seakan menyerang, menahan dan menguasai teolog untuk menjadi pelaku dan bukan sebagi penonton saja. Peminat teologi tidak saja tertarik secara sadar ataupun tak sadar, tetapi terkena oleh teologi tua res agitur. Dengan kata lain, pokok ilmu teologi mempunyai daya serang sehingga manusia yang didekatnya itu dikenainya.
Tentang kewajiban. Kewajiban adalah kenyataan bahwa seorang teolog dikaruniai suatu kemerdekaan yang khas karena fungsi yang mewajibkannya untuk menggunakan kemerdekaan itu secara istimewa. Terdapat hukum yang harus dihormati di seberang segala keheranan dan perkenaan agar teolog dapat mengenal dan mengakui kebenaran. Teologi seakan membuat teolog merasa wajib untuk mencemplungkan dirinya dalam pokok-pokok ilmunya, dengan hukum yang membebaskan.
          Sebagai suatu simpul, Berteologi harus dimulai dengan iman. Iman inilah yang membuat seseorang lalu memiliki sikap keheranan, terkena dan wajib. Iman adalah conditio sine qua non dari ilmu teologi. Di dalam peristiwa iman itu keheranan, keterkenaan, dan kewajiban menyebabkan seseorang menjadi teolog.
          Untuk dapat berteologi, seseorang harus pertama-tama menjadi mendengar firman Allah. Mengapa demikian? Karena teologi adalah jawaban manusiawi terhadap logos Allah. Tanpa mendengarkan firman Allah seseorang tidak bisa berteologi karena tidak memiliki sesuatu yang perlu dijawab. Para teolog adalah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan menyaksikannya secara manusiawi, yaitu melalui pandangan dan cara pikir yang ditentukan oleh waktu dan tempat. Namun demikian, dalam berteologi harus disadari bahwa hasil pengolahan teologi harus “berada di bawah” saksi-saksi pertama dan Alkitab karena merekalah saksi-saksi sejati (otentik) firman Allah.
Yoseph Indra Kusuma

No comments:

Post a Comment