Apa sebenarnya
yang dikatakan Gereja tentang Liturgi Anak?
Seringkali
perayaan liturgi anak dibayang-bayangi oleh ketakutan-ketakutan melanggar
aturan Liturgi yang seringkali dianggap membelenggu dan kaku. Para pendamping
pembinaan iman anak seringkali merasa takut untuk “berkreasi” dalam liturgi
anak-anak karena takut berdosa dan melanggar peraturan liturgi yang gosipnya
sangat ketat itu.
Sebenarnya
kalau mau membaca dokumen-dokumen yang mengatur tentang liturgi anak, ternyata
justru pikiran kita yang terlalu kaku dan bukan peraturan liturginya. Pikiran-pikiran
di atas sebenarnya hanyalah pikiran a
priori yang tidak berdasar. Dalam dokumennya yang sebenarnya sudah jadul
(tahun 1973) Gereja sebenarnya sudah sadar untuk mengikuti jejak Tuhan dengan “memeluk anak-anak dan memberkati mereka”
(Mrk. 10:16). Gereja ingin agar anak-anak dalam perayaan Ekaristi dapat
menyongsong Kristus, dan bersama-sama dengan-Nya mereka “menghadap Bapa”,
dengan cara yang lebih cocok serta dalam suasana yang lebih menggembirakan. Dengan
kata lain, Gereja sendiri membuka peluang yang cukup luas agar bisa terjadi
kreasi-kreasi dalam liturgi anak yang bisa membawa anak-anak untuk semakin
terlibat secara sadar dan aktif dalam perayaan liturgi. Singkat kata, Gereja
terbuka terhadap berbagai penyesuaian asal saja tetap terpelihara kesatuan
hakiki Ritus Romawi (KL 38).
Baik jika kita
meluangkan waktu sejenak untuk membaca dan merenungkan kutipan singkat dari
dokumen Gereja berikut ini:
“Pendidikan iman gerejawi bagi anak-anak itu
sangat sukar, karena mereka belum dapat mengambil manfaat sepenuh-penuhnya dari
perayaan liturgi, khususnya perayaan Ekaristi. Meskipun kini dalam misa
dipakai bahasa pribumi, namun kata-kata
maupun tanda-tanda yang dipakai dalam misa kurang sesuai dengan daya tangkap
anak-anak. Memang dalam kehidupan sehari-hari pun anak-anak tidak selalu
bisa menangkap segala hal yang mereka alami bersama dengan orang-orang dewasa;
dan mereka belum tentu menjadi bosan karenanya. Dari sebab itu tidak dapat dituntut bahwa mereka harus
selalu memahami segala-galanya dalam liturgi. Namun di lain pihak anak-anak itu akan sangat dirugikan
dalam perkembangan rohaninya kalau bertahun-tahun lamanya mereka mengalami
hal-hal yang tidak atau kurang dapat mereka mengerti. Sebab psikologi
modern membuktikan bahwa anak-anak mempunyai bakat religius yang luar biasa,
sehingga pengalaman religius pada masa kanak-kanak dan pada umur SD sangat
berpengaruh dalam perkembangan mereka.“ (PMBA, Pedoman Misa Bersama Anak,
art. 2)
Sudah benarkah
Liturgi Anak di parokiku selama ini?
Pertanyaan
benar dan tidak benar yang muncul dalam hati kita biasanya muncul dari
kekhawatiran bahwa kita akan melanggar aturan-aturan liturgi yang ada. Aturan
liturgi yang mana? Biasanya karena tidak pernah membaca dokumen-dokumen tentang
liturgi maka kita akan mudah membuat kesimpulan bahwa aturan liturgi untuk
anak-anak harus sama dengan liturgi untuk orang dewasa. Padahal, dalam
Konstitusi Liturgi, sudah dituntut bahwa liturgi harus disesuaikan dengan
bermacam-macam kelompok orang (PMBA, art. 3). Aturan Liturgi untuk anak berbeda
dengan aturan liturgi untuk orang dewasa.
Dalam PMBA, ternyata Gereja hanya
menuntut beberapa hal yang tidak boleh diubah, yakni:
[1] Struktur umum Misa yang
terdiri dari dua bagian utama yakni Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, yang
didahului oleh Ritus Pembuka dan diakhiri dengan Ritus Penutup;
[2] Rumus aklamasi dan jawaban
yang diberikan umat atas salam dan doa Imam Selebran;
[3] Doa Tuhan “Bapa Kami” yang
resmi;
[4] Penyebutan Allah Tritunggal
pada akhir berkat penutup;
[5] Syahadat atau pengakuan iman
(PMBA 39).
Namun selain
itu, masih ada beberapa bagian lain yang memang sudah tidak boleh diubah
menurut aturan atau tata cara baku yang lebih tinggi daripada Pedoman Misa
Bersama Anak (PMBA), misalnya norma-norma dalam Pedoman Umum Misale Romawi
(PUMR) dan Kitab Hukum Kanonik (KHK, Codex Iuris Canonici) Gereja Katolik.
Bagaimana caranya
menyusun Liturgi anak?
Liturgi Anak
tidak sama dengan Misa menurut gaya anak-anak, tetapi Misa bersama dengan
anak-anak. Hal ini perlu dipertegas untuk menghindari kecenderungan menurunkan
Liturgi ke taraf anak-anak. Anak-anak harus dihantar dan memandang Liturgi
sebagai kegiatan orang dewasa ke dalam mana mereka secara bertahap
dipersatukan. Oleh karean itu adalah tidak bijaksana pakaian imam dan peralatan
suci dibikin sesuai dengan dunia anak. Pemimpin perayaan liturgi pun dilarang
bertingkah kekanak-kanakan, misalnya dalam gaya bahasa dan tingkah laku yang
konyol, tak sesuai dengan keluhurannya.
Untuk menyusun
Liturgi Anak persoalan utama bukanlah soal menyusun upacara yang sama sekali
lain, melainkan menyesuaikan upacara yang ada dengan mempertahankan,
menyingkat, atau menghilangkan unsur-unsur tertentu, dan dengan memilih
teks-teks yang lebih cocok. Beberapa tempat dalam liturgi yang memungkinkan
adanya kreativitas adalah sebagai berikut (disarikan dari PMBA):
a. Ritus
Pembuka:
-
Diizinkan untuk menghilangkan unsur-unsur
tertentu dalam ritus pembuka, atau juga menambah beberapa kreativitas dalam
perarakan (mis: anak-anak membawa lilin, tari-tarian, dsb), tetapi hendak
selalu diakhir dengan doa pembuka.
b. Liturgi
Sabda:
-
Pada hari Minggu dan hari raya, jumlah bacaan
dapat dikurangi dari 3 bacaan menjadi 2 atau 1 bacaan. Namun, Injil hendaknya
selalu ada.
-
Konferensi para uskup dapat mempersiapkan lectionarium (buku bacaan misa) yang
khusus untuk anak-anak dengan disesuaikan dengan bahasa dan alam pikir anak.
-
Perhatian besar sesungguhnya diberikan kepada
elemen-elemen liturgi sabda untuk membantu anak-anak memahami bacaan-bacaan
suci. Maka baik jika menjelang bacaan ada sedikit pengantar berupa penjelasan
konteks bacaan, ataupun penjelasan tentang sabda dalam hubungan dengan hidup
para kudus yang diperingati.
-
Homili kepada anak-anak dapat berupa dialog antara
pastor dengan anak-anak. Bila pastor paroki atau pengurus gereja setuju, maka
seorang awam yang mampu, dapat membawakan homili, terlebih jika imam sukar
menyesuaikan diri dengan alam pikiran anak-anak.
c. Doa-doa
Presidensial:
-
Karena doa-doa presidensial dalam Misale Romawi
lebih diperuntukkan bagi kaum dewasa, maka doa-doa dapat disesuaikan dengan
keadaan anak, dengan tetap mempertahankan maksud dan isi doa-doa itu.
-
Sebagai pusat dan puncak perayaan Ekaristi, Doa
Syukur Agung (DSA) patut didaraskan sedemikian rupa agar menarik anak-anak dan
sepatutnya anak-anak berpartisipasi di dalamnya dengan aklamasi. Untuk itu,
penggunaan DSA VIII - X dalam TPE 2005 sangat disarankan karena telah menjawabi
kebutuhan anak untuk berpartisipasi dengan adanya aklamasi bersama.
d. Upacara-upacara
sebelum Komuni:
-
Sesudah DSA, hendaknya selalu menyusul Bapa
Kami, pemecahan Roti dan undangan untuk berkomuni, karena ketiga (3) unsur itu
penting sebagai unsur pembentuk bagian misa ini.
e. Ritus
Penutup:
-
Sebelum berkat akhir dan pengutusan, perlu ada pesan
singkat dan pengulangan pesan Tuhan pada hari itu untuk dilaksanakan oleh
anak-anak secara praktis dalam hidup sehari-hari. Pesan ini penting agar
hubungan antara perayaan Ekaristi dan hidup dapat dilihat jelas oleh anak-anak.
Hal-hal lain apa yang dapat
dilakukan untuk memeriahkan Liturgi anak?
Pada prinsipnya,
semakin banyak anak terlibat dalam proses persiapan dan pelaksanaan liturgi
anak, maka perayaan tersebut semakin baik karena anak memang butuh bergerak,
visualisasi dan berkarya. Ada banyak contoh kegiatan yang dapat dilakukan untuk
menarik partisipasi anak sebanyak mungkin. Beberapa contoh di antaranya adalah
sbb:
-
persiapan ruangan serta altar
-
menyanyi dan memainkan alat musik,
-
memaklumkan bacaan suci non Injil
-
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
oleh imam selama homili dialog berlangsung
-
membawakan intensi-intensi doa umat, membawa
persembahan ke altar, serta beberapa hal lainnya, sesuai dengan kebiasaan
setempat.
-
menggambar dan hasil gambar buatan anak-anak itu
hendaknya dipakai dalam ilustrasi homili, doa umat, serta tema doa-doa, atau
sebagai hiasan di dinding-dinding Gereja untuk sementara waktu.
Penutup
Sebagai
penutup, hendaknya kita sebagai orang-orang dewasa, yang memiliki kewajiban
untuk membina iman anak, perlu sesekali waktu meluangkan waktu untuk membaca
dokumen-dokumen Gereja tentang anak. Untuk apa? Di satu pihak, hasil membaca
tersebut dapat meneguhkan kita jika apa yang kita lakukan sungguh sesuai dengan
keinginan Gereja, dan di pihak lain hal ini sekaligus dapat membuat kita mawas
diri agar perayaan Ekaristi yang kita rayakan besama anak-anak selanjutnya,
tidak terlalu melenceng jauh dari yang diharapkan Gereja universal.
Hal yang harus
dihindari ialah membuat asumsi-asumsi bahwa Liturgi itu ketat dan tidak pandang
bulu sebelum kita benar-benar membaca dokumen Liturgi. Jangan-jangan
asumsi-asumsi ketakutan kita tersebutlah yang membuat anak-anak mengalami
kerugian karena tidak dapat mengalami Ekaristi yang sungguh bermakna dan dapat
mereka mengerti.
Yoseph Indra Kusuma
No comments:
Post a Comment