Thursday, March 7, 2013

MELIHAT KEMBALI LITURGI ANAK DI PAROKI MASING-MASING


Apa sebenarnya yang dikatakan Gereja tentang Liturgi Anak?
Seringkali perayaan liturgi anak dibayang-bayangi oleh ketakutan-ketakutan melanggar aturan Liturgi yang seringkali dianggap membelenggu dan kaku. Para pendamping pembinaan iman anak seringkali merasa takut untuk “berkreasi” dalam liturgi anak-anak karena takut berdosa dan melanggar peraturan liturgi yang gosipnya sangat ketat itu.
Sebenarnya kalau mau membaca dokumen-dokumen yang mengatur tentang liturgi anak, ternyata justru pikiran kita yang terlalu kaku dan bukan peraturan liturginya. Pikiran-pikiran di atas sebenarnya hanyalah pikiran a priori yang tidak berdasar. Dalam dokumennya yang sebenarnya sudah jadul (tahun 1973) Gereja sebenarnya sudah sadar untuk mengikuti jejak Tuhan dengan “memeluk anak-anak dan memberkati mereka” (Mrk. 10:16). Gereja ingin agar anak-anak dalam perayaan Ekaristi dapat menyongsong Kristus, dan bersama-sama dengan-Nya mereka “menghadap Bapa”, dengan cara yang lebih cocok serta dalam suasana yang lebih menggembirakan. Dengan kata lain, Gereja sendiri membuka peluang yang cukup luas agar bisa terjadi kreasi-kreasi dalam liturgi anak yang bisa membawa anak-anak untuk semakin terlibat secara sadar dan aktif dalam perayaan liturgi. Singkat kata, Gereja terbuka terhadap berbagai penyesuaian asal saja tetap terpelihara kesatuan hakiki Ritus Romawi (KL 38).
Baik jika kita meluangkan waktu sejenak untuk membaca dan merenungkan kutipan singkat dari dokumen Gereja berikut ini:
“Pendidikan iman gerejawi bagi anak-anak itu sangat sukar, karena mereka belum dapat mengambil manfaat sepenuh-penuhnya dari perayaan liturgi, khususnya perayaan Ekaristi. Meskipun kini dalam misa dipakai bahasa pribumi, namun kata-kata maupun tanda-tanda yang dipakai dalam misa kurang sesuai dengan daya tangkap anak-anak. Memang dalam kehidupan sehari-hari pun anak-anak tidak selalu bisa menangkap segala hal yang mereka alami bersama dengan orang-orang dewasa; dan mereka belum tentu menjadi bosan karenanya. Dari sebab itu tidak dapat dituntut bahwa mereka harus selalu memahami segala-galanya dalam liturgi. Namun di lain pihak anak-anak itu akan sangat dirugikan dalam perkembangan rohaninya kalau bertahun-tahun lamanya mereka mengalami hal-hal yang tidak atau kurang dapat mereka mengerti. Sebab psikologi modern membuktikan bahwa anak-anak mempunyai bakat religius yang luar biasa, sehingga pengalaman religius pada masa kanak-kanak dan pada umur SD sangat berpengaruh dalam perkembangan mereka.“ (PMBA, Pedoman Misa Bersama Anak, art. 2)
Sudah benarkah Liturgi Anak di parokiku selama ini?
Pertanyaan benar dan tidak benar yang muncul dalam hati kita biasanya muncul dari kekhawatiran bahwa kita akan melanggar aturan-aturan liturgi yang ada. Aturan liturgi yang mana? Biasanya karena tidak pernah membaca dokumen-dokumen tentang liturgi maka kita akan mudah membuat kesimpulan bahwa aturan liturgi untuk anak-anak harus sama dengan liturgi untuk orang dewasa. Padahal, dalam Konstitusi Liturgi, sudah dituntut bahwa liturgi harus disesuaikan dengan bermacam-macam kelompok orang (PMBA, art. 3). Aturan Liturgi untuk anak berbeda dengan aturan liturgi untuk orang dewasa.
Dalam PMBA, ternyata Gereja hanya menuntut beberapa hal yang tidak boleh diubah, yakni:
[1] Struktur umum Misa yang terdiri dari dua bagian utama yakni Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, yang didahului oleh Ritus Pembuka dan diakhiri dengan Ritus Penutup;
[2] Rumus aklamasi dan jawaban yang diberikan umat atas salam dan doa Imam Selebran;
[3] Doa Tuhan “Bapa Kami” yang resmi;
[4] Penyebutan Allah Tritunggal pada akhir berkat penutup;
[5] Syahadat atau pengakuan iman (PMBA 39).
Namun selain itu, masih ada beberapa bagian lain yang memang sudah tidak boleh diubah menurut aturan atau tata cara baku yang lebih tinggi daripada Pedoman Misa Bersama Anak (PMBA), misalnya norma-norma dalam Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR) dan Kitab Hukum Kanonik (KHK, Codex Iuris Canonici) Gereja Katolik.
Bagaimana caranya menyusun Liturgi anak?
Liturgi Anak tidak sama dengan Misa menurut gaya anak-anak, tetapi Misa bersama dengan anak-anak. Hal ini perlu dipertegas untuk menghindari kecenderungan menurunkan Liturgi ke taraf anak-anak. Anak-anak harus dihantar dan memandang Liturgi sebagai kegiatan orang dewasa ke dalam mana mereka secara bertahap dipersatukan. Oleh karean itu adalah tidak bijaksana pakaian imam dan peralatan suci dibikin sesuai dengan dunia anak. Pemimpin perayaan liturgi pun dilarang bertingkah kekanak-kanakan, misalnya dalam gaya bahasa dan tingkah laku yang konyol, tak sesuai dengan keluhurannya.
Untuk menyusun Liturgi Anak persoalan utama bukanlah soal menyusun upacara yang sama sekali lain, melainkan menyesuaikan upacara yang ada dengan mempertahankan, menyingkat, atau menghilangkan unsur-unsur tertentu, dan dengan memilih teks-teks yang lebih cocok. Beberapa tempat dalam liturgi yang memungkinkan adanya kreativitas adalah sebagai berikut (disarikan dari PMBA):
a.       Ritus Pembuka:
-          Diizinkan untuk menghilangkan unsur-unsur tertentu dalam ritus pembuka, atau juga menambah beberapa kreativitas dalam perarakan (mis: anak-anak membawa lilin, tari-tarian, dsb), tetapi hendak selalu diakhir dengan doa pembuka.
b.      Liturgi Sabda:
-          Pada hari Minggu dan hari raya, jumlah bacaan dapat dikurangi dari 3 bacaan menjadi 2 atau 1 bacaan. Namun, Injil hendaknya selalu ada.
-          Konferensi para uskup dapat mempersiapkan lectionarium (buku bacaan misa) yang khusus untuk anak-anak dengan disesuaikan dengan bahasa dan alam pikir anak.
-          Perhatian besar sesungguhnya diberikan kepada elemen-elemen liturgi sabda untuk membantu anak-anak memahami bacaan-bacaan suci. Maka baik jika menjelang bacaan ada sedikit pengantar berupa penjelasan konteks bacaan, ataupun penjelasan tentang sabda dalam hubungan dengan hidup para kudus yang diperingati.
-          Homili kepada anak-anak dapat berupa dialog antara pastor dengan anak-anak. Bila pastor paroki atau pengurus gereja setuju, maka seorang awam yang mampu, dapat membawakan homili, terlebih jika imam sukar menyesuaikan diri dengan alam pikiran anak-anak.
c.       Doa-doa Presidensial:
-          Karena doa-doa presidensial dalam Misale Romawi lebih diperuntukkan bagi kaum dewasa, maka doa-doa dapat disesuaikan dengan keadaan anak, dengan tetap mempertahankan maksud dan isi doa-doa itu.
-          Sebagai pusat dan puncak perayaan Ekaristi, Doa Syukur Agung (DSA) patut didaraskan sedemikian rupa agar menarik anak-anak dan sepatutnya anak-anak berpartisipasi di dalamnya dengan aklamasi. Untuk itu, penggunaan DSA VIII - X dalam TPE 2005 sangat disarankan karena telah menjawabi kebutuhan anak untuk berpartisipasi dengan adanya aklamasi bersama.
d.      Upacara-upacara sebelum Komuni:
-          Sesudah DSA, hendaknya selalu menyusul Bapa Kami, pemecahan Roti dan undangan untuk berkomuni, karena ketiga (3) unsur itu penting sebagai unsur pembentuk bagian misa ini.
e.      Ritus Penutup:
-          Sebelum berkat akhir dan pengutusan, perlu ada pesan singkat dan pengulangan pesan Tuhan pada hari itu untuk dilaksanakan oleh anak-anak secara praktis dalam hidup sehari-hari. Pesan ini penting agar hubungan antara perayaan Ekaristi dan hidup dapat dilihat jelas oleh anak-anak.
Hal-hal lain apa yang dapat dilakukan untuk memeriahkan Liturgi anak?
Pada prinsipnya, semakin banyak anak terlibat dalam proses persiapan dan pelaksanaan liturgi anak, maka perayaan tersebut semakin baik karena anak memang butuh bergerak, visualisasi dan berkarya. Ada banyak contoh kegiatan yang dapat dilakukan untuk menarik partisipasi anak sebanyak mungkin. Beberapa contoh di antaranya adalah sbb:
-          persiapan ruangan serta altar
-          menyanyi dan memainkan alat musik,
-          memaklumkan bacaan suci non Injil
-          menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh imam selama homili dialog berlangsung
-          membawakan intensi-intensi doa umat, membawa persembahan ke altar, serta beberapa hal lainnya, sesuai dengan kebiasaan setempat.
-          menggambar dan hasil gambar buatan anak-anak itu hendaknya dipakai dalam ilustrasi homili, doa umat, serta tema doa-doa, atau sebagai hiasan di dinding-dinding Gereja untuk sementara waktu.
Penutup
Sebagai penutup, hendaknya kita sebagai orang-orang dewasa, yang memiliki kewajiban untuk membina iman anak, perlu sesekali waktu meluangkan waktu untuk membaca dokumen-dokumen Gereja tentang anak. Untuk apa? Di satu pihak, hasil membaca tersebut dapat meneguhkan kita jika apa yang kita lakukan sungguh sesuai dengan keinginan Gereja, dan di pihak lain hal ini sekaligus dapat membuat kita mawas diri agar perayaan Ekaristi yang kita rayakan besama anak-anak selanjutnya, tidak terlalu melenceng jauh dari yang diharapkan Gereja universal.
Hal yang harus dihindari ialah membuat asumsi-asumsi bahwa Liturgi itu ketat dan tidak pandang bulu sebelum kita benar-benar membaca dokumen Liturgi. Jangan-jangan asumsi-asumsi ketakutan kita tersebutlah yang membuat anak-anak mengalami kerugian karena tidak dapat mengalami Ekaristi yang sungguh bermakna dan dapat mereka mengerti.
Yoseph Indra Kusuma

No comments:

Post a Comment