Wednesday, December 5, 2012

HASIL MEMBACA DAN KOMENTAR ATAS INSTRUKSI KONGREGASI AJARAN IMAN “DONUM VITAE”


Donum Vitae adalah sebuah Instruksi  tentang Penghormatan terhadap hidup tahap dini dan martabat prokreasi yang dikeluarkan oleh Kongregasi Iman pada 22 Februari 1987. Isi garis besarnya berkutat soal Pandangan Gereja Katolik terhadap beberapa masalah bioetik yang aktual.
Dalam paper ini penulis tidak hanya menulis komentar penulis atas dokumen Donum Vitae saja, tetapi sekaligus menuliskan poin-poin dan prinsip-prinsip penting yang penulis dapatkan ketika membaca Donum Vitae, sehingga tugas ini menjadi sekaligus catatan hasil membaca bagi penulis untuk keperluan pastoral di kemudian hari.

TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dokumen ini sudah sangat jelas tampak pada bagian awal dokumen yakni memberikan jawaban spesifik dalam cahaya pernyataan-pernyataan magisterium sebelumnya terutama sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan bioetik yang diajukan. Dokumen ini tidak bermaksud menyajikan sekali lagi seluruh ajaran Gereja tentang martabat hidup manusia tahap dini dan prokreasi. Oleh karena itu, menurut penulis, dokumen ini bentuknya sangat praktis, padat dan aplikatif. Jarang sekali penulis membaca dokumen gereja sepadat, ringkas, dan praktis seperti Donum Vitae ini.

SUSUNAN
Donum Vitae tersusun atas beberapa bagian, yakni:
  1. a. Pengantar, yang mengingatkan kembali pembacaakan prinsip-prinsip fundamental yang penting dan perlu untuk mengevaluasi masalah-masalah yang terjadi dan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada bagian selanjutnya.
  2. b.      Bagian satu: menyoal tentang penghormatan kepada manusia sejak momen awal keberadaannya.
  3. c.  Bagian dua: menyoal tentang pertanyaan-pertanyaan moral yang muncul dari penggunaan teknik intervensi-intervensi artifisial atas proses prokreasi manusia
  4. d.      Bagian tiga: memberikan beberapa orientasi atas relasi antara hukum moral dan hukum sipil yang berkaitan dengan penghormatan terhadap embrio dan fetus manusia, serta berusaha menjawab beberapa pertanyaan soal teknik prokreasi artificial.
  5. e.       Penutup

SARIPATI DONUM VITAE

Pengantar
  1. 1.      Penelitian Biomedis dan Ajaran Greja

Setiap orang harus sungguh paham benar bahwa kehidupan adalah sebuah anugerah dari Allah Sang Pencipta yang harus dipergunakan dengan penuh tanggung jawab. Pendekatan yang dilakukan oleh penelitian biomedis menawarkan beberapa cara yang efektif untuk memperpanjang hidup, meskipun ada bahaya untuk menggunakan cara-cara yang tidak etis yang memanipulasi tubuh manusia. Donum Vitae memberikan beberapa kriteria/prinsip yang dapat digunakan untuk mengukur penggunaan metode pengobatan modern, yakni: hormat, pembelaan dan upaya memajukan manusia, haknya yang “asli dan mendasar” atas hidup, martabatnya sebagai pribadi yang dibekali oleh roh dan tanggung jawab moral dan dipanggil untuk persekutuan bahagia dengan Allah.
  1. 2.      Ilmu dan teknik untuk mengabdi pribadi manusia

Pribadi manusia harus berada di atas ilmu pengetahuan dan teknologi. Inilah yang menjadi dasar moral penghormatan terhadap manusia yang tidak bisa diganggu gugat. Intinya, jangan sampai terjadi hal yang sebaliknya, yakni: manusia yang mengabdi pada ilmu dan teknologi.
  1. 3.      Anthropologi dan intervensi di bidang biomedik

Pribadi manusia harus dihormati jiwa dan raganya. Prinsip ini harus dipegang ketika seseorang hendak membuat keputusan biomedis yang berkaitan dengan tubuh manusia. Apa yang dilakukan pada salah satu bagian tubuh manusia berpengaruh pada keseluruhan pribadi manusia.Prinsip ini sangat penting dalam ranah seksualitas dan prokreasi manusia.
  1. 4.      Kriteria mendasar untuk penilaian moral

Prinsip utama yang harus dipegang adalah bahwa kehidupan manusia bermula sejak ketika pembuahan dan berakhir dengan kematian. Oleh karena itu, hidup manusia tidak boleh disakiti karena kesucian martabat manusia. Satu-satunya yang “berhak” mengatur hidup manusia adalah “hukum ilahi”.
  1. 5.      Pokok ajaran Magisterium

Magisterium Gereja secara konsisten dari jaman ke jaman mengakui bahwa hidup manusia adalah sesautu yang suci dan harus dihormati karena memiliki “akhir yang ilahi”. Prokreasi manusia memerlukan tanggung jawab dari pasangan suami-istri agar sesuai dengan kehendak Allah.

Bagian I
Beberapa poin penting dalam bagian I adalah: a). Dalam kasus-kasus intervensi medis, embrio harus diperlakukan seperti manusia; b). Diagnosis prenatal (sebelum kelahiran) hanya diperbolehkan secara moral jika dan hanya jika digunakan untuk keselamatan dan kesembuhan embrio. Jika ada maksud aborsi, maka diagnosis prenatal menjadi tidak diperbolehkan; c). Cara-cara terapi pada embrio dan fetus hanya diperbolehkan jika ada kepastian moral bahwa cara tersebut tidak akan melukai hidup ataupun integritas bayi yang belum lahir maupun ibunya. Selain itu, orang tua harus berada dalam keadaan bebas dan sudah diberi penjelasan yang cukup; d). Bayi Tabung adalah perampasan kuasa Tuhan dalam hal pembuahan manusia. Oleh karena itu, tindakan ini sama sekali tidak dibenarkan karena juga sangat membahayakan embrio manusia; e). metode-metode lain yang diturunkan dari prosedur bayi tabung, seperti: cloning, parthenogenesis, kriokonservasi, dll adalah bertentangan dengan keluhuran martabat manusia yang dimiliki oleh embrio dan merampas hak setiap bayi untuk dikandung dan dilahirkan dalam dan dari sebuah pernikahan.

Bagian II
Beberapa poin penting dalam bagian II ini adalah:
  1. 1.    Tentang fertilisasi artifisial heterolog : Prinsip yang harus dipegang adalah bahwa prokreasi manusia harus terjadi hanya dalam pernikahan. Cara lain tidak diperkenankan. Fertilisasi artifisial heterolog bertentangan dengan kesatuan pernikahan, keluhuran suami-istri, dan merampas hak setiap bayi untuk dikandung dan dilahirkan dalam dan dari sebuah pernikahan. Dengan demikian, “surrogate motherhood” juga tidak diperkenankan.
  2. 2.   Tentang fertilisasi artisial homolog :Tindakan Prokreasi menjadi tidak dibenarkan ketika dilakukan bukan sebagai hasil dari hubungan suami-istri. Hanya prokreasi yang berasal dari hubungan suami-istrilah yang benar secara sempurna, karena hal ini sesuai dengan martabat manusia karena manusia yang dihasilkan dari proses yang alami ini keluar dari hubungan cinta suami-istri. Dengan demikian, Prinsip ini juga menegaskan bahwa fertilisasi “in vitro” homolog secara moral tidak bisa dibenarkan, walaupun intensi suami-istri tersebut baik. Fertilisasi artisial homolog hanya dapat diterima secara moral jika dan hanya jika tindakan tersebut memfasilitasi hubungan suami-istri atau membantunya untuk mencapai tujuan yang alamiah. Proses-proses yang merupakan kebalikannya, yakni prosedur-prosedur yang digunakan untuk “menggantikan” proses alamiah, secara moral tidak dibenarkan. Intinya, Proses prokreasi yang alami tidak bisa digantikan dengan prosedur-prosedur / cara-cara medis.

Dalam kasus-kasus sensitive tentang kemandulan pasangan suami-istri, pasangan dipanggil untuk menerima fakta bahwa kehadiran seorang anak merupakan rahmat dari pernikahan, yang bisa diberikan oleh Tuhan ataupun tidak. Mereka tidak memiliki hak absolut untuk memiliki anak. Komunitas Gereja harus mendampingi dan menghibur pasangan-pasangan ini dan mungkin juga menyarankan cara-cara lain yang dapat ditempuh, mis: adopsi, bekerja di panti asuhan, dan semacamnya. Para dokter juga didorong untuk melakukan penelitian-penelitian yang berguna untuk mencegah kemandulan.

Bagian III
Beberapa poin penting dalam bagian III adalah: hukum sipil harus mempertimbangkan nilai dan kewajiban moral dalam mengambil kebijakan-kebijakan berkaitan dengan masalah-masalah yang muncul dalam kajian bioetik di atas. Semua orang harus berusaha menjalankannya, secara khusus dalam bidang-bidang pekerjaan professional mereka dan dalam praktek hidup sehari-hari sebagai warga negara. Prinsip yang demikian dilakukan untuk memastikan bahwa hukum-hukum sipil yang tidak sesuai dengan nilai moral harus diubah dan praktek-praktek yang tidak sesuai juga harus dikoreksi. Jika ada hukum sipil yang secara moral bertentangan dengan nilai hidup kristiani, maka semua orang berkewajiban untuk menolaknya.

KOMENTAR
Secara umum saya terkejut membaca dokumen ini karena belum pernah saya membaca dokumen Gereja yang sepraktis dan sejelas ini. Dari banyak dokumen Gereja yang sudah saya baca, saya merasa bahwa dokumen Donum Vitae ini sangat jelas, padat, ringkas dan yang terpenting aplikatif.
Berkaitan dengan soal teologis, saya pribadi juga setuju bahwa manusia memang harus dihormati sejak saat pembuahan. Embrio sudah memiliki potential activa yang secara aktif bergerak dan mewujudkan potensia-nya menjadi actus.
Dibandingkan agama-agama lain, saya sangat bangga menjadi orang katolik karena sungguh Gereja memperhatikan dan berusaha menyesuaikan ajaran agamanya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berusaha menjawab masalah-masalah yang timbul daripadanya. Bioetik merupakan salah satu bukti bahwa Gereja bukanlah sebuah museum tua yang menyimpan ajaran-ajaran kuno yang tidak lagi relevan. Dalam hal ini saya merasa Gereja Katolik berada jauh di depan agama-agama yang lain.
Gereja juga tampak perkasa dan setia dalam menegakkan nilai-nilai kehidupan yang dibelanya, walaupun seringkali karena sikap ini pula GEreja seringkali dipandang angkuh dan tidak bersahabat dengan “perkembangan dunia”. Namun dalam sikap Gereja yang demikian saya justru mengagumi kesetiaan dan tekad Gereja untuk bertahan memperjuangkan nilai-nilai Injil yang asli. Keteguhan ini membuat saya kagum, sekaligus gentar karena saya sendiri nanti akan menjadi orang-orang yang diminta untuk menjaga nilai-nilai tersebut dalam pelayanan saya kelak. Berkat kekuatan dan rahmat Roh Kudus saya kira tidak ada hal yang mustahil walaupun sulit.
Pergualatan saya dalam belajar teologi, yang juga akan saya tuliskan dalam paper akhir tahun nanti, ialah soal tarik menarik antara dogma/ajaran gereja dan kebutuhan pastoral praktis. Ajaran Gereja yang begitu baik dan sempurna ini selalu saja tetap mendapatkan kesulitan dalam penerapannya secara langsung. Saya sendiri sampai saat ini masih merasakan kesulitan ketika dihadapkan secara langsung dengan suami-istri yang memiliki masalah-masalah mereka dalam hal prokreasi dan semacamnya ini. Duduk di bangku kuliah membuat kita mudah untuk berspekulasi dan berpikir yang ideal, tetapi duduk di kursi ruang pasturan bersama dengan pasangan suami-istri yang bermasalah membuat kita harus berpikir ekstra keras untuk membuat sebuah seni kebijakan pastoral. Seni membuat kebijakan pastoral ialah bagaimana mewujudkan Gereja bukan hanya sebagai nicea church tetapi juga nice church.

No comments:

Post a Comment