LATAR
BELAKANG PERMASALAHAN
Keberadaan Internet sudah tak terhindarkan lagi. Umat
Allah setiap hari dihadapkan pada hamparan padang informasi yang bermacam ragam
ketika terjun ke dalam internet. Tidak sedikit pula jumlah umat yang berusaha
memperdalam imannya dengan berselancar di dunia maya secara kontinu. Sayangnya,
tidak semua informasi, khususnya tentang iman, yang tersebar di internet itu
benar. Lalu, Bagaimana? Bukankah para gembala pun seharusnya tetap menjaga dan
menghindarkan kawanan domba Kristus dari kesesatan-kesesatan ini? Bagaimanakah
sebenarnya peran-peran yang bisa dijalankan oleh seorang gembala, baik itu
uskup maupun imam, untuk turut disatu sisi menekan efek buruk dari internet dan
di sisi lain mempromosikan/memanfaatkan semaksimal mungkin kelebihan dari
internet. Untuk itu dalam paper ini penulis berusaha untuk memaparkan analisis
penulis tentang permasalan baru yang belum sempat terpikirkan dalam Kanon 1983
ini dan mencoba memikirkan pula beberapa solusi yang mungkin bisa digunakan
untuk mengatasinya.
Ternyata, setelah membaca lagi, paper kedua saya ini
sangat berhubungan dengan paper saya yang pertama tentang “Tugas Gereja
Mengajar di dunia maya”.
TINJAUAN
KANON
Dikatakan dalam Kan. 386 bahwa § 1. Uskup diosesan
terikat kewajiban menyampaikan dan menjelaskan kebenaran-kebenaran iman yang
harus dipercayai dan moral yang harus diterapkan oleh kaum beriman, dengan
sendiri sering berkhotbah; hendaknya ia
juga mengusahakan agar ketentuan-ketentuan kanon-kanon tentang pelayanan sabda,
terutama tentang homili dan pendidikan kateketik ditaati dengan seksama,
sedemikian sehingga seluruh ajaran kristiani disampaikan kepada semua.
Selain itu, § 2. Ia hendaknya melindungi
dengan teguh keutuhan dan kesatuan iman yang harus dipercayai, dengan
sarana-sarana yang dianggapnya paling tepat, tetapi dengan mengakui kebebasan
yang wajar untuk meneliti lebih lanjut kebenaran-kebenaran itu.
Dalam Katekismus Gereja Katolik no 890 disebutkan
bahwa, Magisterium berkewajiban untuk “melindungi umat terhadap kekeliruan dan
kelemahan iman dan menjamin baginya kemungkinan obyektif, untuk mengakui iman
asli, bebas dari kekeliruan”. Oleh karena itu, di bawah bimbingan Roh Kudus,
Magisterium melestarikan, memahami, mengajarkan dan mewartakan kebenaran yang
menghantar pada keselamatan. Bentuk nyata tanggung jawab ini adalah pemeriksaan
berbagai alat-alat komunikasi sosial yang memuat uraian-uraian tentang iman dan
moral oleh Magisterium, serta menilai apakah karya-karya tersebut bebas dari
kesalahan doktrin.
Namun demikian, seperti yang sudah dijelaskan dalam latar
belakang di atas, ada banyak peluang pewartaan baru yang belum sempat
terpikirkan pada saat kanon 1983 dibuat. Munculnya internet dan dominasinya
dalam penyebaran informasi menjadi salah satu contoh nyata salah satu bentuk sarana
pewartaan yang belum sempat terpikirkan oleh Gereja. Selama ini yang dipikirkan
oleh KHK hanya sebatas buku, padahal perkembangan yang sudah demikian pesat
membuat buku pelan-pelan juga tergeser dengan penggunaan internet yang makin
hari makin masif.
PERLUNYA
APROBASI DARI USKUP
Untuk proses penilaian sebuah buku sudah jelas. Pada
tangal 19 Maret 1975, Kongregasi untuk Ajaran Iman menerbitkan
ketentuan-ketentuan berikut mengenai hal ini, “Para gembala Gereja berkewajiban
dan berhak untuk menjaga agar iman dan kesusilaan dari kaum beriman kristiani
tidak dirugikan oleh tulisan-tulisan atau penggunaan alat-alat komunikasi
sosial; demikian juga mereka berhak untuk menuntut agar tulisan-tulisan
mengenai iman dan kesusilaan yang mau diterbitkan oleh orang-orang beriman Kristiani,
diserahkan kepada penilaian mereka, dan lagi, mereka berhak untuk menolak
tulisan yang merugikan iman yang benar atau akhlak yang baik” (Kitab Hukum
Kanonik 1983, No. 823).
Proses penilaian akan dimulai ketika penulis
menyerahkan naskah kepada censor
deputatus (= pemeriksa buku) yang ditunjuk oleh Uskup atau otoritas
gerejawi lainnya yang berwenang melakukan pemeriksaan. Jika censor deputatus tidak mendapati adanya
kesalahan doktrin dalam naskah tersebut, maka ia memberikan “nihil obstat”
untuk menegaskannya. Nihil obstat, yang diterjemahkan sebagai “tidak ada
kesesatan”, menyatakan bahwa naskah tersebut aman untuk diserahkan kepada Uskup
agar diperiksa supaya Uskup dapat memberikan keputusan.
Demikian juga, seorang anggota suatu komunitas religius
akan menyerahkan naskahnya kepada superior
maior (= pemimpin tertinggi). Jika naskah tersebut bebas dari kesalahan
doktrin, maka superior maior
memberikan “imprimi potest”, yang
diterjemahkan sebagai “dapat dicetak”. Dengan persetujuan ini, naskah kemudian
diserahkan kepada Uskup agar diperiksa supaya Uskup dapat memberikan keputusan.
Jika
Uskup setuju bahwa naskah tersebut bebas dari kesalahan doktrin, ia memberikan
“imprimatur”; berasal dari bahasa
Latin “imprimere” yang artinya
menerakan atau membubuhkan stempel. Imprimatur diterjemahkan sebagai “silakan
dicetak”. Secara teknis, imprimatur merupakan pernyataan resmi Uskup bahwa buku
tersebut bebas dari kesalahan doktrin dan telah disetujui untuk dipublikasikan
setelah melewati suatu pemeriksaan yang cermat.
Perlu dicatat bahwa imprimatur merupakan ijin resmi
atas karya-karya yang ditulis oleh anggota Gereja dan bukan oleh pengajar resmi
Gereja, seperti konsili, sinode, Uskup, dll. Penulis dapat meminta imprimatur
dari Uskupnya sendiri atau dari Uskup Diosesan di mana karya tersebut akan
dipublikasikan.
Seorang
penulis Katolik tentu saja dapat menerbitkan suatu naskah tanpa perlu meminta
imprimatur Uskup, tetapi beberapa karya tertentu membutuhkan persetujuan resmi
ini sebelum dapat dipergunakan oleh kaum beriman. Buku-buku doa, entah dipakai
oleh orang beriman secara umum atau secara pribadi, katekismus dan juga
tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan pengajaran kateketik ataupun
terjemahan-terjemahannya membutuhkan persetujuan Uskup agar dapat
dipublikasikan (Kitab Hukum Kanonik No. 826, 827.1). Buku-buku yang menyangkut
soal-soal yang berhubungan dengan Kitab Suci, teologi, hukum kanonik, sejarah
Gereja, ilmu agama atau ilmu moral, tidak boleh dipakai sebagai buku pegangan
di sekolah dasar, sekolah menengah atau sekolah tinggi, kecuali jika buku itu
diterbitkan dengan persetujuan otoritas gerejawi yang berwenang atau kemudian
disetujui olehnya (Kitab Hukum Kanonik No. 827.2). Di dalam gereja-gereja atau
tempat-tempat ibadat tidak boleh dipamerkan, dijual atau dihadiahkan buku-buku
atau tulisan-tulisan lain tentang soal-soal agama atau moral kecuali yang
diterbitkan dengan izin otoritas gerejawi yang berwenang atau yang disetujui
olehnya kemudian (Kitab Hukum Kanonik No. 827.4).
PERUBAHAN SOSIOLOGIS DAN
ANTROPOLOGIS DALAM GEREJA
Gereja Kategorial
|
Gereja Virtual
|
Gereja Teritorial
|
Pada
mulanya Gereja dibentuk secara teritorial saja. Masing-masing anggota jemaat
umat Allah memiliki domisili dan dikelompokkan menurut domisilinya tersebut dan
diserahkan kepengurusannya kepada pengurus lokal yang bertanggng tawab atas
pemeliharan pastoral wilayah tertentu. Setiap jemaat diharapkan aktif
berdinamika dalam kehidupan menggereja di wilayahnya.
Model
gereja teritorial menjadi tidak begitu “diminati” lagi karena semakin
berkembangnya arus individualistis di mana-mana. Model gereja teritorial
dianggap “kuno” karena seringkali tidak bisa mengakomodasi kepentingan, hobi
dan minat dari para anggotanya. Model Gereja kategorial menjadi berkembang
dengan subur karena di dalamnya orang bisa bertemu dengan jemaat lain yang
seusia, sebakat, seminat, sehobi dan semacamnya.
Namun
demikian, model Gereja Teritorial pada saat-saat ini pun banyak berkembang ke
arah Gereja virtual. Dalam Gereja Virtual ini anggota-anggota Gereja bisa
sangat jarang bertemu secara fisik, bahkan mungkin malah tidak pernah ketemu
sama sekali, tetapi dunia maya menjadi tempat pertemuan yang nyata bagi mereka.
Mereka bisa berdiskusi, memperdalam iman, berdoa, mengumpulkan dana, dsb dengan
bebas tanpa harus mengeluarkan energi untuk datang ke suatu tempat dan bertemu
secara fisik. Dan Gereja semacam nilah yang akan menjadi pokok persoalan dalam
paper ini.
KOSMOLOGI DALAM DUNIA MAYA DAN
TANTANGANNYA
Dalam
hemat saya, pewartaan di dunia maya sangat perlu penanganan yang khusus. Ada
beberapa alasan yang mendasari pemikiran saya ini. Adapun alasan-alasan
tersebut adalah sebagai berikut:
-
Dunia maya punya “aturan mainnya”
sendiri: Yang harus disadari dulu pertama-tama ialah bahwa dunia maya itu punya
aturan main sendiri yang terkadang banyak berbeda dengan di dunia real.
Misalnya: pemalsuan identitas merupakan kasus pelanggaran berat di dunia nyata,
tetapi di dunia maya hal ini bisa dianggap biasa saja, dsb.
-
Identitas anonim: Ciri khas dunia maya
yang mudah teramati adalah anonimitas identitas orang-orang yang berkecimpung
di dalamnya. Si Pria A bisa dengan mudah mengaku sebagai wanita tanpa harus
operasi atau dandan. Dunia maya menjadikan identitas begitu mudah dipalsukan
dan diganti. Oleh karena itu, kaitannya dengan pewartaan di dunia digital,
tulisan-tulisan yang ada di dunia maya bisa menyebar dengan begitu cepat tanpa
jelas siapa yang menulis dan mengedarkan.
-
Hirarki tidak punya “kuasa” dalam dunia
maya: Penggunaan kuasa hirarki tidak akan seefektif dan sekuat di dunia nyata.
Mengapa demikian? Anonimitas identitas membuat orang tidak mudah patuh kepada
pengguna internet lainnya bila tidak pernah bertemu/kenal secara pribadi dengan
orang tersebut. Akibatnya, pencantuman status-status klerikal (misalnya: romo,
dsb) dan bahkan pencantuman foto tidak menjamin bahwa perintah yang diberikan
dalam dunia maya akan digubris.
-
Tidak bisa seenaknya menutup situs/group:
Walaupun nantinya Uskup menemukan situs/group yang berbahaya bagi iman katolik
(dan pastinya akan menemukan! Bahkan, banyak sekali!), Uskup tidak bisa seenak
hati menutup sebuah situs/group. Hal ini berbeda sekali dengan buku. Buku akan
lebih mudah dilarang beredar di sebuah keuskupan daripada menutup/memblokir
sebuah situs/grup.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN TEKNOLOGI
INTERNET
Ada
beberapa keuntungan yang membuat internet lebih unggul dari media informasi
lainnya. Beberapa keuntungan tersebut adalah sebagai berikut:
-
Tulisan dalam media internet sangat
dinamis, mudah disunting, dsb. Kesalahan dalam ajaran dan pengetikan dapat
diperbaiki/direvisi dalam tempo yang relatif singkat dan tidak memakan banyak
biaya.
-
Bisa diakses kapan saja dan hampir
dimana saja
-
Lebih murah (tidak harus membeli buku)
-
Penulis dari berbagai macam latar
belakang budaya, pendidikan, dan multi paradigma yang bisa memperluas wawasan
-
Siapapun bisa mengaksesnya
-
Budaya berinternet yang sudah mulai
menggejala dan jumlah pengguna internet melonjak lebih dari 100% setiap
tahunnya
-
Banyak ahli dan amatiran apologetika dan
katekis-katekis volunter dunia maya yang sudah terlibat secara aktif tanpa
dibayar dan bahkan tanpa digerakkan
-
Internet sebenarnya dapat digunakan
sebagai alternatif acara pendalaman iman di lngkungan-lingkungan yang jarang
dihadiri umat. Orang lebih mudah dikumpulkan di internet untuk berdiskusi dan
memperdalam iman secara sukarela.
Di
sisi lain tidak bisa dipungkiri bahwa ada juga kerugian dalam penggunaan teknologi
internet yang tidak dijumpai dalam media lainnya, misalnya:
-
Anonimitas identitas di dunia maya
-
Kebebasan dalam berpendapat muncul
karena anonimitas ini. Setiap orang bisa berpendapat seenaknya dan bisa sangat
merugikan iman.
-
Akan membutuhkan
banyak sekali waktu untuk proses menilai tulisan dari nihil obstat hingga imprimatur.
Dengan sekian banyaknya forum Katolik online serta banyaknya topik yang dibahas
setiap harinya, bisa dibayangkan berapa waktu yang diberikan untuk proses
tersebut.
-
Tulisan yang mudah
diubah menjadikan bukti kesalahan pun bisa bisa dihilangkan dengan cepat
-
Forum-forum
diskusi online adalah forum
interaktif, yang sering terjadi secara "real time" (saat itu juga).
Ini tentu membutuhkan "tim penilai tulisan" yang bekerja ekstra keras
untuk secara intuitif memilih tanggapan yang sekiranya layak untuk diproses
sampai ke imprimatur. "Kelambanan"
dalam proses ini akan menimbulkan timbunan topik yang belum ter"imprimatur".
-
Seringkali pertanyaan dan tanggapan yang
terjadi dalam grup-grup bersifat sangat personal. Efeknya adalah banyak sekali
pertanyaan sama yang muncul berkali-kali.
-
Ada juga hambatan
lainnya seperti seringnya topik diulang dibeberapa grup sehingga perlu
menentukan grup mana yang dijadikan patokan untuk diawasi
tanggapan-tanggapannya
USAHA UNTUK MEMAKSIMALKAN
PEMANFAATAN INTERNET DAN MEMINIMALKAN EFEK BURUKNYA
Inventaris
kelebihan dan kekurangan penggunaan internet di atas membuat penulis berpikir
bagaimana solusi tepat untuk mengatasinya. Tentu saja penghindaran media
internet untuk menghindari efek buruk sudah hampir tidak mungkin dilakukan
karena internet sudah menjadi kebutuhan dan gaya hidup yang begitu menyatu
dengan kehidupan manusa modern. Untuk itu perlu dipikirkan beberap usaha untuk
MEMAKSIMALKAN pemanfaatan internet sekaligus MEMINIMALKAN efek buruknya.
Beberapa solusi yang sempat muncul dalam pikiran penulis adalh sebagai berikut:
-
Pertama,
Ejekan dan paradigma bahwa dunia maya bukanlah dunia nyata harus benar-benar dihilangkan!
Seringkali pekerja pastoral mengeluarkan alasan yang begitu “saleh” untuk
menghindari keterlibatan dalam dunia internet, misalnya dalam ungkapan; “Ah...
lebih baik aku mengenal orang-orang di sekitarku ini daripada melayani
orang-orang diinternet yang jauh dariku dan aku belum tentu kenal”. Dunia maya
adalah dunia nyata juga. Orang-orang yang menggunakan internet adalah umat
Allah juga. Bukankah memang pewartaan Injil seharusnya dilakukan seluas mungkin
dan tidak terbatasi oleh wilayah teritorial tertentu saja.
-
Kedua,
Penulis merasa bahwa kebutuhan untuk membentuk tim pastoral khusus untuk
pelayanan di dunia maya sungguh perlu dipikirkan secara serius mengingat cukup
banyak waktu dalam sehari dihabiskan oleh jutaan umat untuk “berinternet”. Tim
pastoral dunia maya hendaknya terdiri dari orang-orang yang ahli dalam banyak
bidang dan punya komitmen untuk mendedikasikan sekian waktunya secara teratur
untuk meluangkan waktu berpastoral di dunia maya. Kekosongan dan ketiadaan
sapaan oleh imam-imam yang bertugas di paroki teritorial mungkin bisa sedikit
dilegakan melalui media internet ini.
-
Ketiga,
kiranya perlu segera dipikirkan bentuk paguyuban bagi para webmaster, admin
group, dan pemerhati pewartaan di dunia maya untuk bersama-sama menyatukan
pandangan dan ajaran.
-
Keempat,
Digital imprimatur bisa diberikan asalkan ada pengasuh/webmaster yang
profesional. Untuk situs-situs yang
memang dimaksudkan untuk menampilkan artikel-artikel tentang iman Katolik,
seperti newwadvent.org, penerapan
pemberian imprimatur ini bisa dilakukan, seperti yang telah terjadi dalam
setiap artikel dalam Catholic
Encyclopedia di situs newadvent.org
tersebut. Katolisitas.org yang sering
menampilkan artikel-artikel tentang iman Katolik mungkin bagus juga jika
mengusahakan pemberian imprimatur atas tulisan-tulisan mereka agar umat bisa
lebih safe untuk mengutip dan
mempercayai ajaran dalam tulisan tersebut.
-
Kelima, perlu membuat daftar situs-situs
yang sudah bekerja sama dengan keuskupan dan disosialisasikan kepada umat untuk
menjamin tersedianya santapan iman yang sehat dan aman bagi umat Allah.
No comments:
Post a Comment