Sunday, June 2, 2013

SANTA GEMMA GALGANI

Pengantar
Membaca kisah hidup santo-santa serta mencoba menemukan spritualitas mereka di balik otobiografi yang mereka tulis sendiri merupakan suatu usaha yang tidak mudah. Penulis sendiri mengalami kesulitan bahwa terkadang bahasa yang digunakan oleh para santo-santa ialah ungkapan hati yang bermakna konotatif dan untuk memahaminya perlu sedikit menerka-nerka maknanya. Selain itu, sulit sekali membayangkan kisah-kisah yang dituliskan oleh para santo-santa dari pengalaman mereka, apalagi St. Gemma Galgani ialah seorang mistikus, yang pengalaman rohaninya sangat jauh dengan yang penulis alami.
            Untuk itu, dalam tulisan ini penulis akan menguraikan satu-persatu 4 aspek hidup spiritual yang telah penulis pilih untuk menjadi segi yang ingin dilihat dari otobiografi St. Gemma Galgani, walaupun hal ini juga tidak mudah karena seringkali satu pengalaman menagndung banyak sekali aspek yang bisa digali. Lalu, penulis akan menyertakan penjelasan serta kutipan-kutipan dalam otobiografi yang sesuai dengan penjelasan tersebut. Untuk pengutipan, penulis sengaja membiarkan beberapa kutipan dalam bahasa Inggris sesuai dengan teks yang penulis baca karena penulis memang merasa kesulitan untuk menerjemahkannya karena terkadang bahasa yang digunakan ialah ungkapan perasaan yang amat dalam.
Tentang Otobiografi
Gemma menulis sendiri autobiografinya atas desakan dari Rm. Germanus, C.P. yang menjadi pembimbing rohaninya sejak Januari 1990, kira-kira tiga tahun sebelum ia wafat. Mula-mula Rm. Germanus memberikan bimbingannya dengan surat menyurat, namun kemudian mulai bertatap muka dengan Gemma pada bulan September 1900. Romo Germanus tahu bahwa Gemma mempunyai kebiasaan untuk menulis diari yang berisi tentang rahmat-rahmat Allah yang diterimanya hari demi hari. Gemma menulis buku harian ini pun karena taat pada perintah Bapa pengakuannya, Msgr. Volpi, Uskup auksilier Lucca. Romo Germanus tahu bahwa kebiasaan ini bisa berbahaya bagi Gemma karena takut anak bimbingannya nanti menjadi terlalu scruple, terlalu berkonsentrasi dan hanya memperhatikan gejolak-gejolak di dalam batin saja. Untuk itu, Romo Germanus meminta Gemma untuk menghentikan kebiasaan menulis buku hariannya lalu meminta Gemma menyerahkan buku harian itu kepadanya. Setelah membaca buku harian itu, Romo Germanus sadar bahwa ia tidak sedang berhadapan dengan orang biasa.
Untuk menebus kesalahannya, Romo Germanus meminta Gemma untuk menulis sebuah riwayat pengakuan dosa yang telah dilakukannya seumur hidup agar Romo Germanus bisa mengarahkan hidup spiritual Gemma dengan lebih baik. Romo Germanus tahu bahwa Gemma tidak akan bisa menuliskan dosa-dosanya tanpa memberitahu rahmat yang membuat mereka tampak begitu besar padanya. Gemma memenuhi keinginan Bapa Rohaninya, meskipun dengan rasa enggan yang cukup besar seperti yang ditunjukkan dalam autobiografi itu sendiri. Gemma memenuhi keinginan Bapa Pengakuannya karena ia melihat bahwa Malaikat pelindung Rm. Germanus juga menginginkan hal yang sama.
Akhirnya, autobiografi yang ditulis atas permintaan Rm. Germanus ini ditulis sepanjang 93 halaman dalam sebuah buku, semua ditulis oleh tangan St. Gemma Galgani sendiri. Tulsan ini menceritakan tahun-tahun kehidupannya mulai dari masa kecil hingga September 1900, ketika ia berusia 22 tahun. St. Gemma mulai menulis autobiografinya pada 17 Februari 1901 dan menyelesaikannya pada bulan Mei di tahun yang sama. Karena ia wafat dua tahun sesudahnya, 11 April 1903, maka autobiografinya ini tidak menceritakan dua tahun terakhir kehidupannya. Namun demikian, tetap saja Iblis akan merasa sangat jengkel dengan adanya catatan yang demikian berharga bagi umat beriman.
Dari kisah terbentuknya autobiografi ini saja sebenarnya sudah tampak benih-benih kekudusan dalam diri St. Gemma. Autobiografi yang ditulis oleh St. Gemma menjadi sebuah dokumen tentang hidup spiritualnya, karena di dalamnya ia mencatat bagaimana jatuh bangun usahanya membangun relasi dengan Allah, menjalani perjalanan pengudusan jiwanya dan proses perjumpaannya secara personal, intim, unik dan tak ada kembarannya dengan Tuhan.
Sekilas Kisah Hidup St. Gemma Galgani
Gemma Galgani dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1878 di Camigliano, sebuah desa dekat kota Lucca, Italia. Nama Gemma berasal dari sebuah kata Italia yang berarti 'Mutiara'. Ayahnya seorang ahli kimia yang berhasil. Salah seorang leluhurnya adalah Beato Yohanes Leonardi. Ibu Gemma juga berasal dari keluarga bangsawan. Keluarga Galgani adalah keluarga Katolik yang saleh yang dikaruniai delapan putera-puteri.
Gemma adalah anak keempat, puteri pertama dalam keluarga. Ia seorang gadis kecil yang pandai, ramah, periang serta menyenangkan. Sejak masa kecilnya, Gemma amat suka sekali berdoa. Ia memiliki kebijaksanaan dan semangat doa yang tidak biasa dijumpai pada anak kecil seusianya. Hal itu dikarenakan ibunya yang saleh mengajarkan kepada Gemma kebenaran-kebenaran Iman Katolik. Signora (=Nyonya) Galgani secara istimewa menanamkan dalam jiwa puteri kecilnya itu, cinta kepada Kristus Tersalib.
Dari autobiografi yang ditinggalkannya, dapat disimpulkan bahwa selama hidupnya Gemma hidup sebaga seorang mistikus. Ia mengalami banyak pengalaman rohani yang luar biasa. Dari sumber yang sama dapat dibaca bahwa Gemma mengalami begitu banyak rahmat penyelenggaraan Allah secara nyata dalam hidupnya, misalnya: ketika ia mengalami kesembuhan total dari penyakitnya, menerima karunia stigmata, dan berkali-kali mengalami ekstase. Ia juga mengalami banyak penampakan, misalnya: penampakan malaikat pelindung yang selalu bisa ia lihat kapan saja, penampakan St. Gabriel, St. Maria, dll.
Gemma Galgani wafat pada Hari Sabtu Suci, tanggal 11 April 1903 dalam usia 25 tahun. Pada tahun 1917 Gereja mulai mempelajari keteladanan hidup Gemma. Pada tahun 1923 jenasah Gemma dipindahkan ke Biara Passionis di Lucca hingga sekarang. Pada tanggal 14 Mei 1933 Gemma dibeatifikasi oleh Paus Pius XI dan pada tanggal 2 Mei 1940, hanya tiga puluh tujuh tahun setelah kematiannya, ia dikanonisasi oleh Paus yang sama. Pesta St. Gemma Galgani dirayakan setiap tanggal 16 Mei.
Aspek-Aspek Hidup Spiritual Dalam Hidup St. Gemma Galgani
Aspek Cinta
Cinta adalah itu yang menjadi penghubung antara Allah dan manusia. Cinta menjadi kunci utama pada relasi dan persatuan hidup manusia dan hidup ilahi. Hal ini dimungkinkan karena Allah sendiri adalah Sang Cinta dan Ia sangat mencintai manusia. Oleh karena itu, cinta merupakan unsur konfiguran hidup spiritual.
Hidup Santa Gemma adalah sebuah autobiografi pengalaman cinta manusia dengan Allah yang berinisiatif dan berkarya secara dominan di dalam hidupnya. Dalam pengalaman cinta bersama Allah, Allah sendirilah yang pertama kali berinisiatif. Allah yang terlebih dahulu mencintai manusia dan mengundang manusia untuk bercinta dengan-Nya.
Dalam kehidupan St. Gemma, pengalaman sukacita karena cinta kasih Allah ia rasakan dan ungkapkan dengan berbagai macam cara bahkan sejak permulaan kelahirannya. Ibu Gemma sudah memiliki 3 orang putera dan ia sangat menginginkan seorang putri. Akhirnya, berkat doa itu, Yesus mewujudkan cintanya kepada keluarga Gemma dan menganugerahkan sebuah kesukaan besar pada Ibu Gemma dengan lahirnya Gemma kecil. Ibu Gemma sangat bersukacita atas kelahiran Gemma dan menjadi lebih dalam lagi dalam mencintai Yesus. Kecintaan inilah yang juga beliau wariskan kepada Gemma dan saudara-saudaranya.
Cinta Allah dan manusia menjadi tampak begitu indah ketika cinta tersebut tidak bertepuk sebelah tangan, melainkan saling sambut menyambut, yakni Allah memberikan diri kepada manusia dan manusia menjawabnya. Dalam diri St. Gemma rasa cinta kepada Allah ini tumbuh perlahan tapi pasti. Ia pernah mengatakan dalam autobiografnya, “I began to feel an ever greater yearning to love Jesus Crucified very much, and at the same time a desire to suffer with him and to help him in his sufferings.”. Dengan kata-katanya ini St. Gemma memberi kesaksian bahwa rasa cinta kepada Allah tidak tumbuh begitu saja dengan tidak jelas. Rasa cinta kepada Allah tumbuh seiring dengan kerelaan untuk semakin mau bersengsara dengan-Nya.
Keinginannya untuk semakin ikut bersengsara dengan Yesus ia tampakkan dalam hidup kesehariannya. Pernah suatu hari ia diberi hadiah sebuah arloji dan gelang emas oleh ayahnya. Gemma kecil sangat bersukacita dan segera memakainya ketika berjalan-jalan agar semua orang bisa melihat jam dan gelang yang indah itu. Namun, ketika ia pulang dan akan melepas arloji dan gelangnya, ia melihat seorang malaikat (yang nanti dikenalinya sebagai malaikat pelindungnya) berkata dengan sangat serius kepadanya, “Ingatlah, bahwa perhiasan berharga yang pantas menghiasi mempelai Sang Raja yang disalibkan hanyalah duri dan salib.” Gemma sangat takut dengan perkataan malaikat itu. Oleh karena itu, sejak saat itu, Gemma berjanji, demi cintanya kepada Yesus dan untuk menyenangkan-Nya, bahwa ia tidak akan memakai jam itu lagi dan tidak akan berbicara tentang hal-hal yang dapat menimbulkan kesombongan. Gemma pun sangat menyadari bahwa Cinta dunia sangat
Dari hal-hal ini tampak bahwa St. Gemma menghayati cintanya kepada Yesus sebagai seorang mempelai (Cinta Kemempelaian). Tentunya kesadaran ini merupakan kesadaran yang dicurahkan, karena dalam usianya yang masih sangat muda, ia sudah sampai pada kesadaran yang begitu tinggi. Pada suatu hari Jumat Agung, Gemma semakin diyakinkan untuk menjadi Mempelai Allah ketika ia sendiri mendengar bahwa Yesus sendiri juga menghendaki ia agar menjadi mempelainya yang terkasih, St. Gemma menuliskan demikian dalam autobiografinya,
This was the first time and also the first Friday on which Jesus made himself felt so strongly in my soul. And although I did not receive communion from the hands of a priest because it was impossible, Jesus nevertheless came himself and communicated himself to me. And this union with him was so overwhelming that I remained as if stupefied.
Jesus spoke very strongly to me. "What are you doing?" he said to me. "What have you to say? Aren't you ever moved at all?" Then it was that, not being able to resist any longer, I blurted out: "Oh Jesus, how is it that you who are most perfect and all holy choose one so full of coldness and imperfection to love?" He answered: "I am burning with desire to unite myself with you. Hasten to receive me every morning. But remember that I am a father and a zealous spouse. Will you be my daughter and my faithful spouse?"



Aspek Doa
Doa merupakan sebuah pengangkatan hati dan pikiran pada Allah. Saat inilah hati dan pikiran bisa berjumpa dengan Allah sendiri. Para santo-santa ialah orang yang terkenal unggul dalam kehidupan doanya.
Hidup doa merupakan sebuah habitus untuk tinggal di hadirat Allah dan bersatu dengan Dia dalam dan melalui Kristus. Membaca autobiografi Santa Gemma membuat saya sungguh yakin bahwa habitus untuk berdoa bukanlah bawaan dari lahir. Habitus ini harus dilatih terus menerus. Dalam hidup St. Gemma, Ibu Gemma mempunyai peran yang amat penting dalam pembentukan hidup doa St. Gemma.
Ibu Gemma ialah seorang yang sangat bersemangat dalam doa. Semangat ini begitu menyala-nyala apalagi ketika ia menyadari bahwa Allah mendengarkan doanya. Ibu Gemma sudah memiliki 3 orang putera dan ia sangat menginginkan seorang putri. Akhirnya, berkat doa itu, Yesus menganugerahkan sebuah kesukaan besar pada Ibu Gemma dengan lahirnya Gemma kecil. Karena pengalaman iman yang demikian besar ini akhirnya Ibu Gemma pun mendidik anak-anaknya untuk memiliki hubungan yang erat dengan Yesus. Ibu Gemma terkenal disiplin dalam mendidik anaknya untuk berdoa dan menerima sakramen-sakramen, khususnya Sakramen Rekonsiliasi. Ibu Gemma percaya bahwa kebiasaan berdoa dan memohon ampun kepada Tuhan dalam Sakramen Tobat akan meningkatkan kualitas kedekatan relasi dengan Yesus. Berikut ini beberapa kesaksian St. Gemma tentang pendidikan iman, doa dan sakramen yang diberikan oleh Ibunya yang sangat mencintai Yesus:
...When I was a little girl my mother used to show me the crucifix and tell me that Christ died on the cross for men. From the moment when my mother inspired me with the desire for heaven I have always (even in the midst of so many sins) wanted it ardently....
...One evening she had me add to the usual prayers a De Profundis to the souls in Purgatory and five Gloria’s to the Wounds of Jesus....
...Every evening before going to bed I would go to her and, kneeling beside her bed, I would say my prayers....
...But while I was committing all these sins I never forgot to recite every day three Hail Mary’s with my hands under my knees (a practice my mother had taught me that Jesus might protect me every day from sins against holy purity)....
...When I lived with my aunt, I had been to confession only seven times ... I wanted to go every day after the death of my mother (my mother had made me go every week after my confirmation)....
Sangat tampak dari kutipan-kutipan di atas bahwa peran orangtua dalam pendidikan iman anaknya sungguh nyata. Habitus doa begitu mengakar dalam diri St. Gemma sehingga ketika ia hidup bersama dengan paman dan bibinya, yang tidak terlalu memperhatikan soal doa, habitus ini masih bisa bertahan, bahkan dalam situasi berdosa. Habitus ini pulalah yang membuat Ia merasa tersiksa manakala ada larangan untuk berdoa atau menyambut sakramen-sakramen. Maka benarlah jika Doa disebut sebagai ungkapan dan makanan hidup spiritual. Santa Gemma mempunyai hidup rohani yang sangat mendalam karena memang roh-nya mendapat “asupan gizi” yang sehat, cukup dan teratur.
Namun demikian, mendidik anak untuk berdoa itu pun bukan sesuatu yang mudah. Bahkan St. Gemma kecil pun pernah protes kepada ibunya karena doa yang harus diucapkan terlalu panjang.
I made a great show over it, complaining to my mother that these were too many prayers to say and I didn't want to say them. And she, indulgent as she was, shortened the prayers after that.
Di dalam doa jiwa menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Allah. Dalam doa ada penundukkan jiwa kepada Tuhan. Doa membawa jiwa dalam kerendahhatian di hadapan Allah untuk memuji Dia dan memohonkan rahmat yang memampukan bertumbuh dlm kekudusan. Dalam hidup St. Gemma kerap sekali dalam doa ia tampak sedang bercakap-cakap dengan Tuhan. Dalam percakapan itu pun tampak bahwa pada akhirnya St. Gemma selalu berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak Tuhan. Salah satu percakapan dalam doa yang paling menyentuh saya ialah ketika Tuhan akan memanggil ibunya untuk bersatu dengan Tuhan di surga.
I assisted at the Mass as best I could, all the while praying for her. All of a sudden I heard a voice in my heart saying to me: "Are you willing to give your mother to me?" "Yes," I answered, "if you will take me, too." "No," replied the voice, "give me your mother willingly. But you must remain with your father for the present. I will take your mother to heaven, understand? Do you give her to me willingly?" I was forced to give my consent. When the Mass was over I ran home. Oh, my God! I looked at Mother and wept. I simply could not contain myself.
Two more months passed. I never left her side. But finally my father, who feared that I would die before Mother, forced me to leave one day and took me to the home of my mother's brother who lived near Lucca.
Father, dear Father, such was my lot. What a torture it was! I did not see anyone, neither my father nor my brothers. I learned that my mother died on September 17 of that year.
...so I spent the day praying in resignation to the will of God who at that moment took the role of both my heavenly and earthly father...

Habitus doa yang sangat baik inilah yang menjadikan cinta St. Gemma kepada Allah semakin hari semakin besar. Hal ini tampak dengan semakin bersatunya Dia dengan kehendak Allah, semakin ingin memuliakan Allah, dan bahkan selalu ingin komuni karena sungguh merasa bahwa komuni kudus menjadi sumber kekuatannya. Komuni suci selalu ingin disantapnya karena ia ingin selalu tinggal diam bersama dengan Yesus. Bahkan ketika ia pernah tidak diperkenankan menyambut komuni ia merasa kehilangan segala kekuatannya,
From that time on I could hardly bear not to receive Jesus every morning. But I was not able to do so. I had the permission of my confessor to do so but I was so weak that I could hardly stand on my feet. On the second Friday of March 1899, I went to church for the first time to receive Holy Communion. And from then until now I have continued to go every day. I missed only now and then because my great sins made me unworthy, or as a chastisement imposed on me by my confessor.

Namun, sebagaimana layaknya manusia biasa, Santa Gemma pun pernah mengalami kemalasan dalam berdoa. Kelupaan dan kemalasan manusiawi menjadi salah satu sebab berhentinya doa St. Gemma untuk beberapa saat.
...I ceased to say my usual prayers morning and evening...
...It was February 18. I did begin it. That very evening I said the prayers for the first time. The next day I forgot them. On the 20th I began all over again, but once more I forgot to say the prayers. This was very poor attention to prayer, was it not, dear Father?....

Aspek Asketis
Jalan menuju kekudusan bukanlah jalan yang mudah. Ada banyak penghalang yang datang baik dari diri sendiri, orang lain, ataupun iblis. Halangan itu tidak selalu datang sebaga sesuatu yang negatif, tetapi kerapkali juga menyamar dalam bentuk-bentuk positif. Untuk itu, asketis merupakan usaha dari pihak manusia untuk bertahan di jalan kekudusan sambil sedapat mungkin menghindari dan menyingkirkan halangan-halangan tersebut agar bisa sampai pada tujuan yang diimpikan yakni kekudusan.
Santo-santa pun tidak lepas dari halangan-halangan ini sama seperti penulis juga. Namun, bedanya dengan penulis, mereka sangat bersemangat untuk sampa pada jalan kekudusan dan berusaha sekuat tenaga untuk bertahan di jalan kekudusan. St. Gemma juga menceritakan beberapa kali ia sendiri “menyiksa” dirinya agar semakin lepas dari keterikatan duniawi dan kenikmatannya, walaupun  terkadang ia tidak mendapat ijin dari pembimbing rohaninya, bahkan juga malaikatnya.
...It was during these four years that this good teacher taught me also to perform some little penance for Jesus. The first was the wearing of a little rope around my body, and there were many others. But no matter how hard I tried, I never obtained the permission of my confessor for these things. Therefore she taught me rather to mortify my eyes and my tongue. She succeeded in making me better but with much difficulty....
...I got myself a thick rope which I took secretly from the well, made several knots in it and put it around my body. But I didn't have it on a quarter of an hour before my Guardian Angel reproved me and made me take it off because I had not asked my confessor's permission and obtained it...

Selain agar tidak terikat dengan dunia dan kenikmatannya, Keinginan St. Gemma untuk “menyiksa diri” ini juga muncul karena ia ingin meniru Kristus dengan segala penderitaannya. Ia sendiri mengatakan, “I began to feel an ever greater yearning to love Jesus Crucified very much, and at the same time a desire to suffer with him and to help him in his sufferings.”
Aspek Mistik
Aspek mistik dalam hidup spiritual merupakan bentuk kesatuan (via unitiva)  habitual dan intim dengan Allah. Mistik merupakan tahapan tertinggi dan tak tergambarkan. Di dalam pengalaman mistik terkadang seseorang bisa saja mengalami pengalaman dan rasa yang tak tergambarkan. Aspek ini sering muncul ketika seseorang sudah punya kualitas-kualitas rohani tertentu yang cukup. Beberapa santo-santa dikenal sebagai mistikus dalam Gereja. Namun, seseorang tetap bisa disebut sebagai seorang kudus/mistikus tanpa harus mengalami visi atau penampakan yang luar biasa, tetapi ketika ia sudah mempunyai kesatuan habitual dan mengalami kontemplasi yang mendalam dan menetap tentang Allah.
Membaca autobiografi St. Gemma sebenarnya sama dengan membaca kisah pengalaman mistiknya. Jika diminta menuliskan aspek mistik dalam kehidupannya, maka sebenarnya penulis harus mengetik ulang semua autobiografinya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini hanya beberapa hal saja yang akan penulis kutip.
St. Gemma ialah seorang mistikus Gereja dalam usia yang sangat belia. Ia mengalami banyak visi dan penampakan yang luar biasa selama hidupnya. Beberapa diantaranya adalah sbb:
·                         Secara ajaib sembuh berkat bantuan doa St. Gabriel
St. Gemma pernah jatuh sakit dan menderita TBC tulang dan sekaligus meningitis. Penyakit itu begitu hebat sehingga Gemma sempat tuli sementara. Bisul besar bernanah muncul di kepalanya, rambutnya rontok, dan akhirnya tangan serta kakinya menjadi lumpuh. Banyak dokter dipanggil dan banyak cara pengobatan dilalui tanpa membuahkan hasil.   
Suatu hari seorang perempuan mengunjunginya dan membawakan sebuah buku untuk bahan bacaan. Buku itu adalah Kisah Hidup Beato Gabriel Possenti dari Bunda berdukacita (sekarang St. Gabriel). Gemma hanya mengambilnya begitu saja dan menaruhnya di bawah bantal. Perempuan itu menyarankan dan merekomendasikan agar aku menyerahkan diriku ke bawah perantaraan St. Gabriel, tetapi Gemma hanya sedikit menghiraukannya.
Pada suatu tengah malam, tanggal 23 Februari 1899, Gemma sayup-sayup mendengar seseorang mendaraskan rosario dan ia sadar bahwa Venerabilis Gabriel menampakkan diri kepadanya. Ia berkata kepada Gemma: “Apakah kamu ingin sembuh? Berdoalah kepada Hati Kudus Yesus dengan penuh iman setiap sore. Aku akan datang kepadamu hingga Novena selesai, kita akan berdoa bersama kepada Hati-Nya yang Terkudus.” Gemma pun akhirnya berdoa sungguh-sungguh didampingi oleh St. Gabriel. Pada saat itulah St. Gabriel menjadi pendamping barunya.
Pada hari Jumat pertama bulan Maret, Novena selesai didaraskan. Permohonan mereka dikabulkan; Gemma sembuh sama sekali dari sakitnya! Ketika Gemma bangkit dari pembaringannya, mereka yang ada di sekelilingnya bersorak gembira.
·                         Gemma berkali-kali mengalami Ekstase
One day as I was looking at the crucifix so great a sorrow came over me that I fell to the floor. My father was in the house at the time and he began to reprove me, saying that it was not good for me to stay at home and that I should go out early the next morning (he had not let me go to Mass the last two mornings). I answered in a disturbed tone of voice: "It is not good for me to remain away from Jesus in the Blessed Sacrament."

Setelah ia mendapat kurnia stigmata, ia pun mengalami ekstase selama beberapa jam.
I prostrated myself on the floor and remained there for several hours. "My daughter," He said, "Behold these wounds. They have all been opened for your sins. But now, be consoled, for they have all been closed by your sorrow. Do not offend me any more. Love me as I have always loved you. Love me." This he repeated several times.

Ia juga mengalami ekstase setelah mendapat penampakan luka-luka Yesus
He said to me: "Look daughter, and learn how to love," and he showed me his five open wounds. "Do you see this cross, these thorns, these nails, these bruises, these tears, these wounds, this blood? They are all works of love and of infinite love. Do you see how much I have loved you? Do you really want to love me? Then first learn to suffer. It is by suffering that one learns to love."
On seeing this I experienced a new sorrow and thinking of the infinite love of Jesus for us and the sufferings he had undergone for our salvation, I fell fainting to the floor and I remained thus for several hours. All that had happened to me during these times of prayer brought me such great consolation that although they were prolonged for several hours I was not tired out.
... At that moment Jesus appeared with all his wounds open. But blood no longer came out of those wounds. Rather, flames as of fire issued forth from them and in a moment those flames came to touch my hands, feet and heart. I felt as if I would die. I fell to the floor. But my Mother supported me keeping me covered with her mantle. I had to remain for several hours in that position. Then the Blessed Mother kissed me on the forehead, and it all disappeared and I found myself kneeling on the floor. But I still felt an intense pain in my hands, feet and heart....
·                         Gemma mendapatkan karunia stigmata
I arose to lie down on the bed and I noticed that blood was flowing from those places where I felt pain. I covered these parts as best I could and then, with the help of my angel, I was able to get in bed. These sufferings and pains, although they afflicted me, filled me with perfect peace. The next morning I was able to go to communion only with great difficulty and I put on a pair of gloves in order to hide my hands. I could hardly stand on my feet and I thought I would die any minute. The sufferings continued until three o'clock Friday afternoon, the solemn feast of the Sacred Heart of Jesus.
·                         Penampakan Malaikat pelindung
Malaikat Pelindung St. Gemma seringkali menampakkan diri kepada Gemma. Mereka berbicara seperti layaknya seseorang bercakap-cakap dengan sahabatnya. Kemurnian serta kekudusan Gemma tentu telah mengundang Malaikat Kudus dari Surga itu berada di sampingnya. Namun, banyak kali juga malaikat pelindungnya bersedih dan “mengancam” untuk tidak lagi menampakkan diri kepda Gemma ketika ia berbuat dosa ataupun menutupi dosa ketika pengakuan dosa.
...From the moment when I got up from my sick bed, my Guardian Angel began to be my master and guide. He corrected me every time I did something wrong and he taught me to speak but little and that only when I was spoken to. One day when those in the house were speaking of some person and were not speaking very well of her, I wanted to speak up but the angel gave me a severe rebuke. He taught me to keep my eyes cast down, and one time in church he reproved me strongly saying to me: "Is this the way to conduct yourself in the presence of God?" And another time he chided me in this way: "If you are not good I will not let you see me any more." He taught me many times how to act in the presence of God; that is, to adore him in his infinite goodness, his infinite majesty, his mercy and in all his attributes....

...I went to confession but I did not have the courage. I left the confessional without saying anything about it.32 I returned home and on entering my room I noticed that my angel was weeping. I didn't have the courage to ask him what he was crying about but he himself told me. "Do you want to be deprived of seeing me anymore? You are a bad girl. You are hiding things from your confessor. Remember this, and I am telling you for the last time, if you ever hide anything else from your confessor I will never let you see me anymore. Never, never." I fell to my knees and he told me to make an act of contrition and made me promise to reveal everything to my confessor. With this he pardoned me in the name of Jesus...

Refleksi Penutup
Mengerjakan tugas paper spiritual seperti ini sungguh tidak mudah bagi saya. Entah bagaimana tetapi saya merasa bahwa jauh lebih mudah mengerjakan dua buah paper ilmiah daripada satu paper dengan “jenis” seperti ini. Saya sendiri merasa bahwa pekerjaan membuat paper ini menjadi perjalanan rohani pula bagi saya. Sambil membaca kisah hidup St. Gemma Galgani kerap saya tersenyum kecut ketika menyadari keberdosaan saya disindir dengan kemurnian hidup St. Gemma. Saya juga sempat menghela napas panjang ketika membaca satu dua paragraf di dalamnya karena saya sungguh merasa diteguhkan dan diberi pencerahan bagaimana saya harus melangkah ke depan. Dari tugas membaca ini saya jadi punya keinginan untuk memperbanyak membaca autobiografi santo-santa yang lain. Terima kasih atas tugas ini.

“Every saint has a past,
every sinner has a future.”
Surabaya, 24 Mei 2013

Yoseph Indra Kusuma

No comments:

Post a Comment