Pengantar
Membaca
kisah hidup santo-santa serta mencoba menemukan spritualitas mereka di balik
otobiografi yang mereka tulis sendiri merupakan suatu usaha yang tidak mudah.
Penulis sendiri mengalami kesulitan bahwa terkadang bahasa yang digunakan oleh
para santo-santa ialah ungkapan hati yang bermakna konotatif dan untuk
memahaminya perlu sedikit menerka-nerka maknanya. Selain itu, sulit sekali
membayangkan kisah-kisah yang dituliskan oleh para santo-santa dari pengalaman
mereka, apalagi St. Gemma Galgani ialah seorang mistikus, yang pengalaman
rohaninya sangat jauh dengan yang penulis alami.
Untuk itu, dalam tulisan ini penulis
akan menguraikan satu-persatu 4 aspek hidup spiritual yang telah penulis pilih
untuk menjadi segi yang ingin dilihat dari otobiografi St. Gemma Galgani,
walaupun hal ini juga tidak mudah karena seringkali satu pengalaman menagndung
banyak sekali aspek yang bisa digali. Lalu, penulis akan menyertakan penjelasan
serta kutipan-kutipan dalam otobiografi yang sesuai dengan penjelasan tersebut.
Untuk pengutipan, penulis sengaja membiarkan beberapa kutipan dalam bahasa
Inggris sesuai dengan teks yang penulis baca karena penulis memang merasa
kesulitan untuk menerjemahkannya karena terkadang bahasa yang digunakan ialah
ungkapan perasaan yang amat dalam.
Tentang Otobiografi
Gemma
menulis sendiri autobiografinya atas desakan dari Rm. Germanus, C.P. yang
menjadi pembimbing rohaninya sejak Januari 1990, kira-kira tiga tahun sebelum
ia wafat. Mula-mula Rm. Germanus memberikan bimbingannya dengan surat menyurat,
namun kemudian mulai bertatap muka dengan Gemma pada bulan September 1900. Romo
Germanus tahu bahwa Gemma mempunyai kebiasaan untuk menulis diari yang berisi
tentang rahmat-rahmat Allah yang diterimanya hari demi hari. Gemma menulis buku
harian ini pun karena taat pada perintah Bapa pengakuannya, Msgr. Volpi, Uskup
auksilier Lucca. Romo Germanus tahu bahwa kebiasaan ini bisa berbahaya bagi
Gemma karena takut anak bimbingannya nanti menjadi terlalu scruple, terlalu berkonsentrasi dan hanya memperhatikan
gejolak-gejolak di dalam batin saja. Untuk itu, Romo Germanus meminta Gemma untuk
menghentikan kebiasaan menulis buku hariannya lalu meminta Gemma menyerahkan
buku harian itu kepadanya. Setelah membaca buku harian itu, Romo Germanus sadar
bahwa ia tidak sedang berhadapan dengan orang biasa.
Untuk
menebus kesalahannya, Romo Germanus meminta Gemma untuk menulis sebuah riwayat
pengakuan dosa yang telah dilakukannya seumur hidup agar Romo Germanus bisa
mengarahkan hidup spiritual Gemma dengan lebih baik. Romo Germanus tahu bahwa
Gemma tidak akan bisa menuliskan dosa-dosanya tanpa memberitahu rahmat yang
membuat mereka tampak begitu besar padanya. Gemma memenuhi keinginan Bapa
Rohaninya, meskipun dengan rasa enggan yang cukup besar seperti yang
ditunjukkan dalam autobiografi itu sendiri. Gemma memenuhi keinginan Bapa
Pengakuannya karena ia melihat bahwa Malaikat pelindung Rm. Germanus juga
menginginkan hal yang sama.
Akhirnya,
autobiografi yang ditulis atas permintaan Rm. Germanus ini ditulis sepanjang 93
halaman dalam sebuah buku, semua ditulis oleh tangan St. Gemma Galgani sendiri.
Tulsan ini menceritakan tahun-tahun kehidupannya mulai dari masa kecil hingga
September 1900, ketika ia berusia 22 tahun. St. Gemma mulai menulis
autobiografinya pada 17 Februari 1901 dan menyelesaikannya pada bulan Mei di
tahun yang sama. Karena ia wafat dua tahun sesudahnya, 11 April 1903, maka
autobiografinya ini tidak menceritakan dua tahun terakhir kehidupannya. Namun
demikian, tetap saja Iblis akan merasa sangat jengkel dengan adanya catatan
yang demikian berharga bagi umat beriman.
Dari
kisah terbentuknya autobiografi ini saja sebenarnya sudah tampak benih-benih
kekudusan dalam diri St. Gemma. Autobiografi yang ditulis oleh St. Gemma
menjadi sebuah dokumen tentang hidup spiritualnya, karena di dalamnya ia
mencatat bagaimana jatuh bangun usahanya membangun relasi dengan Allah,
menjalani perjalanan pengudusan jiwanya dan proses perjumpaannya secara personal, intim, unik dan tak ada kembarannya
dengan Tuhan.
Sekilas Kisah Hidup St. Gemma
Galgani
Gemma
Galgani dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1878 di Camigliano, sebuah desa dekat
kota Lucca, Italia. Nama Gemma berasal dari sebuah kata Italia yang berarti
'Mutiara'. Ayahnya seorang ahli kimia yang berhasil. Salah seorang leluhurnya
adalah Beato Yohanes Leonardi. Ibu Gemma juga berasal dari keluarga bangsawan.
Keluarga Galgani adalah keluarga Katolik yang saleh yang dikaruniai delapan
putera-puteri.
Gemma
adalah anak keempat, puteri pertama dalam keluarga. Ia seorang gadis kecil yang
pandai, ramah, periang serta menyenangkan. Sejak masa kecilnya, Gemma amat suka
sekali berdoa. Ia memiliki kebijaksanaan dan semangat doa yang tidak biasa
dijumpai pada anak kecil seusianya. Hal itu dikarenakan ibunya yang saleh
mengajarkan kepada Gemma kebenaran-kebenaran Iman Katolik. Signora (=Nyonya)
Galgani secara istimewa menanamkan dalam jiwa puteri kecilnya itu, cinta kepada
Kristus Tersalib.
Dari
autobiografi yang ditinggalkannya, dapat disimpulkan bahwa selama hidupnya
Gemma hidup sebaga seorang mistikus. Ia mengalami banyak pengalaman rohani yang
luar biasa. Dari sumber yang sama dapat dibaca bahwa Gemma mengalami begitu
banyak rahmat penyelenggaraan Allah secara nyata dalam hidupnya, misalnya:
ketika ia mengalami kesembuhan total dari penyakitnya, menerima karunia
stigmata, dan berkali-kali mengalami ekstase. Ia juga mengalami banyak
penampakan, misalnya: penampakan malaikat pelindung yang selalu bisa ia lihat
kapan saja, penampakan St. Gabriel, St. Maria, dll.
Gemma
Galgani wafat pada Hari Sabtu Suci, tanggal 11 April 1903 dalam usia 25 tahun. Pada
tahun 1917 Gereja mulai mempelajari keteladanan hidup Gemma. Pada tahun 1923
jenasah Gemma dipindahkan ke Biara Passionis di Lucca hingga sekarang. Pada
tanggal 14 Mei 1933 Gemma dibeatifikasi oleh Paus Pius XI dan pada tanggal 2
Mei 1940, hanya tiga puluh tujuh tahun setelah kematiannya, ia dikanonisasi
oleh Paus yang sama. Pesta St. Gemma Galgani dirayakan setiap tanggal 16 Mei.
Aspek-Aspek Hidup Spiritual Dalam
Hidup St. Gemma Galgani
Aspek Cinta
Cinta adalah itu yang menjadi penghubung
antara Allah dan manusia. Cinta menjadi kunci utama pada relasi dan persatuan
hidup manusia dan hidup ilahi. Hal ini dimungkinkan karena Allah sendiri adalah
Sang Cinta dan Ia sangat mencintai manusia. Oleh karena itu, cinta merupakan
unsur konfiguran hidup spiritual.
Hidup Santa Gemma adalah sebuah autobiografi
pengalaman cinta manusia dengan Allah yang berinisiatif dan berkarya secara
dominan di dalam hidupnya. Dalam pengalaman cinta bersama Allah, Allah
sendirilah yang pertama kali berinisiatif. Allah yang terlebih dahulu mencintai
manusia dan mengundang manusia untuk bercinta dengan-Nya.
Dalam kehidupan St. Gemma, pengalaman
sukacita karena cinta kasih Allah ia rasakan dan ungkapkan dengan berbagai
macam cara bahkan sejak permulaan kelahirannya. Ibu Gemma sudah memiliki 3
orang putera dan ia sangat menginginkan seorang putri. Akhirnya, berkat doa
itu, Yesus mewujudkan cintanya kepada keluarga Gemma dan menganugerahkan sebuah
kesukaan besar pada Ibu Gemma dengan lahirnya Gemma kecil. Ibu Gemma sangat
bersukacita atas kelahiran Gemma dan menjadi lebih dalam lagi dalam mencintai
Yesus. Kecintaan inilah yang juga beliau wariskan kepada Gemma dan
saudara-saudaranya.
Cinta Allah dan manusia menjadi tampak
begitu indah ketika cinta tersebut tidak bertepuk sebelah tangan, melainkan
saling sambut menyambut, yakni Allah memberikan diri kepada manusia dan manusia
menjawabnya. Dalam diri St. Gemma rasa cinta kepada Allah ini tumbuh perlahan
tapi pasti. Ia pernah mengatakan dalam autobiografnya, “I began to feel an ever
greater yearning to love Jesus Crucified very much, and at the same time a
desire to suffer with him and to help him in his sufferings.”. Dengan kata-katanya ini St. Gemma memberi
kesaksian bahwa rasa cinta kepada Allah tidak tumbuh begitu saja dengan tidak
jelas. Rasa cinta kepada Allah tumbuh seiring dengan kerelaan untuk semakin mau
bersengsara dengan-Nya.
Keinginannya untuk semakin ikut
bersengsara dengan Yesus ia tampakkan dalam hidup kesehariannya. Pernah suatu
hari ia diberi hadiah sebuah arloji dan gelang emas oleh ayahnya. Gemma kecil
sangat bersukacita dan segera memakainya ketika berjalan-jalan agar semua orang
bisa melihat jam dan gelang yang indah itu. Namun, ketika ia pulang dan akan
melepas arloji dan gelangnya, ia melihat seorang malaikat (yang nanti
dikenalinya sebagai malaikat pelindungnya) berkata dengan sangat serius
kepadanya, “Ingatlah, bahwa perhiasan berharga yang pantas menghiasi mempelai
Sang Raja yang disalibkan hanyalah duri dan salib.” Gemma sangat takut dengan
perkataan malaikat itu. Oleh karena itu, sejak saat itu, Gemma berjanji, demi
cintanya kepada Yesus dan untuk menyenangkan-Nya, bahwa ia tidak akan memakai
jam itu lagi dan tidak akan berbicara tentang hal-hal yang dapat menimbulkan
kesombongan. Gemma pun sangat menyadari bahwa Cinta dunia sangat
Dari hal-hal ini tampak bahwa St. Gemma
menghayati cintanya kepada Yesus sebagai seorang mempelai (Cinta Kemempelaian).
Tentunya kesadaran ini merupakan kesadaran yang dicurahkan, karena dalam
usianya yang masih sangat muda, ia sudah sampai pada kesadaran yang begitu
tinggi. Pada suatu hari Jumat Agung, Gemma semakin diyakinkan untuk menjadi
Mempelai Allah ketika ia sendiri mendengar bahwa Yesus sendiri juga menghendaki
ia agar menjadi mempelainya yang terkasih, St. Gemma menuliskan demikian dalam
autobiografinya,
This was the first time and also the
first Friday on which Jesus made himself felt so strongly in my soul. And although
I did not receive communion from the hands of a priest because it was
impossible, Jesus nevertheless came himself and communicated himself to me. And
this union with him was so overwhelming that I remained as if stupefied.
Jesus spoke very strongly to me.
"What are you doing?" he said to me. "What have you to say?
Aren't you ever moved at all?" Then it was that, not being able to resist
any longer, I blurted out: "Oh Jesus, how is it that you who are most
perfect and all holy choose one so full of coldness and imperfection to
love?" He answered: "I am burning with desire to unite myself with
you. Hasten to receive me every morning. But remember that I am a father and a
zealous spouse. Will you be my daughter and my faithful spouse?"
Aspek Doa
Doa merupakan sebuah pengangkatan hati dan pikiran pada Allah. Saat inilah hati dan pikiran bisa
berjumpa dengan Allah sendiri. Para santo-santa ialah orang yang terkenal
unggul dalam kehidupan doanya.
Hidup doa
merupakan sebuah
habitus untuk
tinggal di hadirat Allah dan
bersatu dengan Dia dalam dan melalui Kristus. Membaca autobiografi
Santa Gemma membuat saya sungguh yakin bahwa habitus untuk berdoa bukanlah
bawaan dari lahir. Habitus ini harus dilatih terus menerus. Dalam hidup St.
Gemma, Ibu Gemma mempunyai peran yang amat penting dalam pembentukan hidup doa
St. Gemma.
Ibu Gemma ialah seorang yang sangat
bersemangat dalam doa. Semangat ini begitu menyala-nyala apalagi ketika ia
menyadari bahwa Allah mendengarkan doanya. Ibu Gemma sudah memiliki 3 orang
putera dan ia sangat menginginkan seorang putri. Akhirnya, berkat doa itu,
Yesus menganugerahkan sebuah kesukaan besar pada Ibu Gemma dengan lahirnya
Gemma kecil. Karena pengalaman iman yang demikian besar ini akhirnya Ibu Gemma
pun mendidik anak-anaknya untuk memiliki hubungan yang erat dengan Yesus. Ibu
Gemma terkenal disiplin dalam mendidik anaknya untuk berdoa dan menerima
sakramen-sakramen, khususnya Sakramen Rekonsiliasi. Ibu Gemma percaya bahwa
kebiasaan berdoa dan memohon ampun kepada Tuhan dalam Sakramen Tobat akan
meningkatkan kualitas kedekatan relasi dengan Yesus. Berikut ini beberapa
kesaksian St. Gemma tentang pendidikan iman, doa dan sakramen yang diberikan
oleh Ibunya yang sangat mencintai Yesus:
...When I was a little
girl my mother used to show me the crucifix and tell me that Christ died on the
cross for men. From the moment when my mother inspired me with the desire for
heaven I have always (even in the midst of so many sins) wanted it ardently....
...One evening she had me
add to the usual prayers a De Profundis to the souls in Purgatory and five
Gloria’s to the Wounds of Jesus....
...Every evening before
going to bed I would go to her and, kneeling beside her bed, I would say my
prayers....
...But while I was
committing all these sins I never forgot to recite every day three Hail Mary’s
with my hands under my knees (a practice my mother had taught me that Jesus
might protect me every day from sins against holy purity)....
...When I lived with my aunt, I had
been to confession only seven times ... I wanted to go every day after the
death of my mother (my mother had made me go every week after my confirmation)....
Sangat tampak dari
kutipan-kutipan di atas bahwa peran orangtua dalam pendidikan iman anaknya
sungguh nyata. Habitus doa begitu mengakar dalam diri St. Gemma sehingga ketika
ia hidup bersama dengan paman dan bibinya, yang tidak terlalu memperhatikan
soal doa, habitus ini masih bisa bertahan, bahkan dalam situasi berdosa.
Habitus ini pulalah yang membuat Ia merasa tersiksa manakala ada larangan untuk
berdoa atau menyambut sakramen-sakramen. Maka benarlah jika Doa disebut sebagai
ungkapan dan makanan hidup spiritual. Santa Gemma mempunyai hidup rohani yang
sangat mendalam karena memang roh-nya mendapat “asupan gizi” yang sehat, cukup
dan teratur.
Namun demikian, mendidik
anak untuk berdoa itu pun bukan sesuatu yang mudah. Bahkan St. Gemma kecil pun
pernah protes kepada ibunya karena doa yang harus diucapkan terlalu panjang.
I made a great show over it,
complaining to my mother that these were too many prayers to say and I didn't
want to say them. And she, indulgent as she was, shortened the prayers after
that.
Di
dalam doa jiwa menyesuaikan
kehendaknya dengan kehendak Allah. Dalam doa ada penundukkan jiwa kepada Tuhan. Doa membawa jiwa dalam kerendahhatian di hadapan
Allah untuk memuji Dia dan memohonkan rahmat yang memampukan bertumbuh dlm
kekudusan. Dalam hidup St. Gemma kerap sekali
dalam doa ia tampak sedang bercakap-cakap dengan Tuhan. Dalam percakapan itu
pun tampak bahwa pada akhirnya St. Gemma selalu berhasil menyesuaikan diri
dengan kehendak Tuhan. Salah satu percakapan dalam doa yang paling menyentuh
saya ialah ketika Tuhan akan memanggil ibunya untuk bersatu dengan Tuhan di
surga.
I assisted at the Mass as
best I could, all the while praying for her. All of a sudden I heard a voice in
my heart saying to me: "Are you willing to give your mother to me?"
"Yes," I answered, "if you will take me, too." "No,"
replied the voice, "give me your mother willingly. But you must remain
with your father for the present. I will take your mother to heaven,
understand? Do you give her to me willingly?" I was forced to give my
consent. When the Mass was over I ran home. Oh, my God! I looked at Mother and
wept. I simply could not contain myself.
Two more months passed. I
never left her side. But finally my father, who feared that I would die before
Mother, forced me to leave one day and took me to the home of my mother's
brother who lived near Lucca.
Father, dear Father, such
was my lot. What a torture it was! I did not see anyone, neither my father nor
my brothers. I learned that my mother died on September 17 of that year.
...so I spent the day
praying in resignation to the will of God who at that moment took the role of
both my heavenly and earthly father...
Habitus doa yang sangat
baik inilah yang menjadikan cinta St. Gemma kepada Allah semakin hari semakin
besar. Hal ini tampak dengan semakin bersatunya Dia dengan kehendak Allah,
semakin ingin memuliakan Allah, dan bahkan selalu ingin komuni karena sungguh
merasa bahwa komuni kudus menjadi sumber kekuatannya. Komuni suci selalu ingin
disantapnya karena ia ingin selalu tinggal diam bersama dengan Yesus. Bahkan
ketika ia pernah tidak diperkenankan menyambut komuni ia merasa kehilangan
segala kekuatannya,
From that time on I could
hardly bear not to receive Jesus every morning. But I was not able to do so. I
had the permission of my confessor to do so but I was so weak that I could
hardly stand on my feet. On the second Friday of March 1899, I went to church
for the first time to receive Holy Communion. And from then until now I have
continued to go every day. I missed only now and then because my great sins
made me unworthy, or as a chastisement imposed on me by my confessor.
Namun, sebagaimana
layaknya manusia biasa, Santa Gemma pun pernah mengalami kemalasan dalam
berdoa. Kelupaan dan kemalasan manusiawi menjadi salah satu sebab berhentinya
doa St. Gemma untuk beberapa saat.
...I ceased to say my
usual prayers morning and evening...
...It was February 18. I
did begin it. That very evening I said the prayers for the first time. The next
day I forgot them. On the 20th I began all over again, but once more I forgot
to say the prayers. This was very poor attention to prayer, was it not, dear
Father?....
Aspek
Asketis
Jalan menuju kekudusan
bukanlah jalan yang mudah. Ada banyak penghalang yang datang baik dari diri
sendiri, orang lain, ataupun iblis. Halangan itu tidak selalu datang sebaga
sesuatu yang negatif, tetapi kerapkali juga menyamar dalam bentuk-bentuk
positif. Untuk itu, asketis merupakan usaha dari pihak manusia untuk bertahan
di jalan kekudusan sambil sedapat mungkin menghindari dan menyingkirkan
halangan-halangan tersebut agar bisa sampai pada tujuan yang diimpikan yakni
kekudusan.
Santo-santa pun tidak
lepas dari halangan-halangan ini sama seperti penulis juga. Namun, bedanya
dengan penulis, mereka sangat bersemangat untuk sampa pada jalan kekudusan dan
berusaha sekuat tenaga untuk bertahan di jalan kekudusan. St. Gemma juga
menceritakan beberapa kali ia sendiri “menyiksa” dirinya agar semakin lepas
dari keterikatan duniawi dan kenikmatannya, walaupun terkadang ia tidak mendapat ijin dari
pembimbing rohaninya, bahkan juga malaikatnya.
...It was during these
four years that this good teacher taught me also to perform some little penance
for Jesus. The first was the wearing of a little rope around my body, and there
were many others. But no matter how hard I tried, I never obtained the permission
of my confessor for these things. Therefore she taught me rather to mortify my
eyes and my tongue. She succeeded in making me better but with much difficulty....
...I got myself a thick
rope which I took secretly from the well, made several knots in it and put it
around my body. But I didn't have it on a quarter of an hour before my Guardian
Angel reproved me and made me take it off because I had not asked my
confessor's permission and obtained it...
Selain agar tidak terikat
dengan dunia dan kenikmatannya, Keinginan St. Gemma untuk “menyiksa diri” ini
juga muncul karena ia ingin meniru Kristus dengan segala penderitaannya. Ia
sendiri mengatakan, “I began to feel an
ever greater yearning to love Jesus Crucified very much, and at the same time a
desire to suffer with him and to help him in his sufferings.”
Aspek
Mistik
Aspek mistik dalam hidup
spiritual merupakan bentuk kesatuan (via unitiva) habitual dan intim dengan Allah. Mistik
merupakan tahapan tertinggi dan tak tergambarkan. Di dalam pengalaman mistik
terkadang seseorang bisa saja mengalami pengalaman dan rasa yang tak
tergambarkan. Aspek ini sering muncul ketika seseorang sudah punya
kualitas-kualitas rohani tertentu yang cukup. Beberapa santo-santa dikenal
sebagai mistikus dalam Gereja. Namun, seseorang tetap bisa disebut sebagai
seorang kudus/mistikus tanpa harus mengalami visi atau penampakan yang luar
biasa, tetapi ketika ia sudah mempunyai kesatuan habitual dan mengalami
kontemplasi yang mendalam dan menetap tentang Allah.
Membaca autobiografi St.
Gemma sebenarnya sama dengan membaca kisah pengalaman mistiknya. Jika diminta
menuliskan aspek mistik dalam kehidupannya, maka sebenarnya penulis harus
mengetik ulang semua autobiografinya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini hanya
beberapa hal saja yang akan penulis kutip.
St. Gemma ialah seorang
mistikus Gereja dalam usia yang sangat belia. Ia mengalami banyak visi dan
penampakan yang luar biasa selama hidupnya. Beberapa diantaranya adalah sbb:
·
Secara ajaib sembuh
berkat bantuan doa St. Gabriel
St. Gemma pernah jatuh
sakit dan menderita TBC tulang dan sekaligus meningitis. Penyakit itu begitu
hebat sehingga Gemma sempat tuli sementara. Bisul besar bernanah muncul di
kepalanya, rambutnya rontok, dan akhirnya tangan serta kakinya menjadi lumpuh. Banyak
dokter dipanggil dan banyak cara pengobatan dilalui tanpa membuahkan hasil.
Suatu hari seorang
perempuan mengunjunginya dan membawakan sebuah buku untuk bahan bacaan. Buku
itu adalah Kisah Hidup Beato Gabriel Possenti dari Bunda berdukacita (sekarang
St. Gabriel). Gemma hanya mengambilnya begitu saja dan menaruhnya di bawah
bantal. Perempuan itu menyarankan dan merekomendasikan agar aku menyerahkan
diriku ke bawah perantaraan St. Gabriel, tetapi Gemma hanya sedikit
menghiraukannya.
Pada suatu tengah malam,
tanggal 23 Februari 1899, Gemma sayup-sayup mendengar seseorang mendaraskan
rosario dan ia sadar bahwa Venerabilis Gabriel menampakkan diri kepadanya. Ia
berkata kepada Gemma: “Apakah kamu ingin sembuh? Berdoalah kepada Hati Kudus
Yesus dengan penuh iman setiap sore. Aku akan datang kepadamu hingga Novena
selesai, kita akan berdoa bersama kepada Hati-Nya yang Terkudus.” Gemma pun
akhirnya berdoa sungguh-sungguh didampingi oleh St. Gabriel. Pada saat itulah
St. Gabriel menjadi pendamping barunya.
Pada hari Jumat pertama
bulan Maret, Novena selesai didaraskan. Permohonan mereka dikabulkan; Gemma
sembuh sama sekali dari sakitnya! Ketika Gemma bangkit dari pembaringannya,
mereka yang ada di sekelilingnya bersorak gembira.
·
Gemma berkali-kali
mengalami Ekstase
One day as I was looking
at the crucifix so great a sorrow came over me that I fell to the floor. My
father was in the house at the time and he began to reprove me, saying that it
was not good for me to stay at home and that I should go out early the next morning
(he had not let me go to Mass the last two mornings). I answered in a disturbed
tone of voice: "It is not good for me to remain away from Jesus in the
Blessed Sacrament."
Setelah ia mendapat kurnia stigmata, ia pun mengalami
ekstase selama beberapa jam.
I prostrated myself on
the floor and remained there for several hours. "My daughter," He
said, "Behold these wounds. They have all been opened for your sins. But
now, be consoled, for they have all been closed by your sorrow. Do not offend
me any more. Love me as I have always loved you. Love me." This he
repeated several times.
Ia juga mengalami ekstase setelah mendapat penampakan
luka-luka Yesus
He said to me: "Look
daughter, and learn how to love," and he showed me his five open wounds.
"Do you see this cross, these thorns, these nails, these bruises, these
tears, these wounds, this blood? They are all works of love and of infinite
love. Do you see how much I have loved you? Do you really want to love me? Then
first learn to suffer. It is by suffering that one learns to love."
On seeing this I
experienced a new sorrow and thinking of the infinite love of Jesus for us and
the sufferings he had undergone for our salvation, I fell fainting to the floor
and I remained thus for several hours. All that had happened to me during these
times of prayer brought me such great consolation that although they were
prolonged for several hours I was not tired out.
... At that moment Jesus appeared
with all his wounds open. But blood no longer came out of those wounds. Rather,
flames as of fire issued forth from them and in a moment those flames came to
touch my hands, feet and heart. I felt as if I would die. I fell to the floor.
But my Mother supported me keeping me covered with her mantle. I had to remain
for several hours in that position. Then the Blessed Mother kissed me on the
forehead, and it all disappeared and I found myself kneeling on the floor. But
I still felt an intense pain in my hands, feet and heart....
·
Gemma mendapatkan karunia
stigmata
I arose to lie down on the bed and I
noticed that blood was flowing from those places where I felt pain. I covered
these parts as best I could and then, with the help of my angel, I was able to
get in bed. These sufferings and pains, although they afflicted me, filled me
with perfect peace. The next morning I was able to go to communion only with
great difficulty and I put on a pair of gloves in order to hide my hands. I
could hardly stand on my feet and I thought I would die any minute. The
sufferings continued until three o'clock Friday afternoon, the solemn feast of
the Sacred Heart of Jesus.
·
Penampakan Malaikat
pelindung
Malaikat Pelindung St.
Gemma seringkali menampakkan diri kepada Gemma. Mereka berbicara seperti
layaknya seseorang bercakap-cakap dengan sahabatnya. Kemurnian serta kekudusan
Gemma tentu telah mengundang Malaikat Kudus dari Surga itu berada di
sampingnya. Namun, banyak kali juga malaikat pelindungnya bersedih dan
“mengancam” untuk tidak lagi menampakkan diri kepda Gemma ketika ia berbuat
dosa ataupun menutupi dosa ketika pengakuan dosa.
...From the moment when I
got up from my sick bed, my Guardian Angel began to be my master and guide. He
corrected me every time I did something wrong and he taught me to speak but
little and that only when I was spoken to. One day when those in the house were
speaking of some person and were not speaking very well of her, I wanted to
speak up but the angel gave me a severe rebuke. He taught me to keep my eyes
cast down, and one time in church he reproved me strongly saying to me:
"Is this the way to conduct yourself in the presence of God?" And
another time he chided me in this way: "If you are not good I will not let
you see me any more." He taught me many times how to act in the presence
of God; that is, to adore him in his infinite goodness, his infinite majesty,
his mercy and in all his attributes....
...I went to confession
but I did not have the courage. I left the confessional without saying anything
about it.32 I returned home and on entering my room I noticed that my angel was
weeping. I didn't have the courage to ask him what he was crying about but he
himself told me. "Do you want to be deprived of seeing me anymore? You are
a bad girl. You are hiding things from your confessor. Remember this, and I am
telling you for the last time, if you ever hide anything else from your
confessor I will never let you see me anymore. Never, never." I fell to my
knees and he told me to make an act of contrition and made me promise to reveal
everything to my confessor. With this he pardoned me in the name of Jesus...
Refleksi
Penutup
Mengerjakan tugas paper
spiritual seperti ini sungguh tidak mudah bagi saya. Entah bagaimana tetapi
saya merasa bahwa jauh lebih mudah mengerjakan dua buah paper ilmiah daripada
satu paper dengan “jenis” seperti ini. Saya sendiri merasa bahwa pekerjaan
membuat paper ini menjadi perjalanan rohani pula bagi saya. Sambil membaca kisah
hidup St. Gemma Galgani kerap saya tersenyum kecut ketika menyadari keberdosaan
saya disindir dengan kemurnian hidup St. Gemma. Saya juga sempat menghela napas
panjang ketika membaca satu dua paragraf di dalamnya karena saya sungguh merasa
diteguhkan dan diberi pencerahan bagaimana saya harus melangkah ke depan. Dari
tugas membaca ini saya jadi punya keinginan untuk memperbanyak membaca
autobiografi santo-santa yang lain. Terima kasih atas tugas ini.
“Every
saint has a past,
every
sinner has a future.”
Surabaya, 24 Mei 2013
Yoseph Indra Kusuma
No comments:
Post a Comment