Setelah membaca beberapa postingan saingan “peserat lomba giveaway” di sini, saya jadi ikut-ikutan tergelitik untuk ikut lomba giveaway yang diadakan oleh mbak Fanny di blog Sang Cerpenis Bercerita .... hehehe.... Namun, setelah saya baca semua postingan teman-teman yang lain, ternyata sebagian besar menggunakan gaya gaul dalam penulisannya, jadi kali ini saya akan coba menampilkan gaya yang agak berbeda dari mereka. Gaya penulisan Serius! Semoga nggak pusing membacanya karena saya adalah seorang blogger yang masih ingusan. :D
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki iklim keagamaan yang sangat kuat. Ada 6 agama besar yang berkembang secara subur di dalamnya dan itu belum termasuk ribuan kepercayaan-kepercayaan lokal yang juga dilestarikan secara turun-temurun (eg: kejawen, kaharingan, dll). Sadar tidak sadar, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Namun anehnya, Iklim keagamaan yang begitu kuat justru memunculkan segolongan orang yang mulai merasa muak dan jenuh untuk beragama. Rasa muak dan jenuh ini bersumber dari bermacam-macam sebab. Secara sederhana, saya pribadi menggolongkan tipe-tipe tersebut dalam beberapa kelompok.
Kelompok pertama saya sebut sebagai Kelompok Kecewa
Ada beberapa orang yang merasa jenuh beragama karena tidak melihat perbedaan yang signifikan ketika mereka beragama dan tidak. “Ah... sama saja. Ketika beragama pun tidak semua doa saya didengarkan dan dikabulkan oleh Tuhan! Untuk apa saya beragama kalau tidak ada untungnya buat saya.”, gumam mereka.
Kelompok kedua saya sebut sebagai Kelompok Anti-Kejahatan
Sebagian lain merasa muak beragama karena melihat kejahatan dan ketidakadilan yang justru semakin merajalela di dunia ini. “Jika Tuhan Maha Baik, bisakah Ia membiarkan semua kejahatan ini tetap merajalela?”,tanya mereka. Ironisnya, banyak penganut agama-agama besar justru terlibat dalam pembunuhan dan tindakan-tindakan yang tidak berperi kemanuasiaan dengan kedok membela agama yang diyakininya paling benar dan penganut agama lain harus dibabat habis.
Kelompok ketiga saya sebut sebagai Kelompok Scientist
Sebagian orang yang lain lagi merasa bahwa Tuhan tidak perlu dipercaya lagi karena ilmu pengetahuan perlahan-lahan sudah bisa menjelaskan semua hal yang dulu tidak bisa kita mengerti tanpa Tuhan. Orang-orang dalam golongan ini lebih percaya dengan bukti-bukti ilmiah yang bisa dinalar dengan logika dan bisa dicari pembuktiannya dalam laboratorium-laboratorium. Mereka menolak segala hal yang berbau supernatural, klenik, dll. “Itu semua nggak ilmiah!”, seru mereka.
Dalam era keterbukaan informasi dan pengakuan hak asasi manusia seperti sekarang ini, di Indonesia perlahan-lahan sudah mulai menjamur grup-grup di warung kopi virtual (mis: Facebook, Twitter dll) yang mengakomodasi kebutuhan para ateis ini untuk bertemu dengan sesama warga Indonesia yang berpkiran sama (misal: di Facebook: Komunitas Ateis Indonesia (KAI), Indonesian Atheist (IA), Anda Bertanya Ateis Menjawab (ABAM), dll). Jika tidak disadari, Hal ini bisa menimbulkan gejolak tersendiri bagi agama-agama besar di Indonesia.
Penulis buku ini, Eko Arryawan, alias Lovepassword, adalah termasuk seorang yang sangat aktif berkecimpung di warung-warung virtual ini dan berdikusi dengan para ateis. Saya pribadi pernah berdiskusi juga dengan penulis secara langsung ketika sedang berdiskusi. Menariknya, ternyata Eko Arryawan berusaha mendokumentasikan, mensistematisasi dan menyusun hasil diskusi-diskusinya menjadi sebuah buku yang cukup menarik dan mungkin sangat berguna bagi masyarakat di Indonesia. Saya pribadi menilai bahwa pembahasan dalam buku ini akan sangat berbeda dengan buku-buku sejenis karena lahir bukan dari awang-awang teori-teori melulu, melainkan dari sebuah diskusi yang hidup dan pergulatan nyata yang dialami oleh para ateis. Karena sifatnya yang universal, buku ini menjadi must read bagi mereka yang ingin memahami iman dan agama mereka dengan lebih mendalam dan siap berdiskusi dengan para ateis yang dalam tahun-tahun mendatang akan semakin berani “membuka topeng”-nya di Indonesia, seperti kata Karl Karnadi (seorang ateis dan pemikir bebas yang sering diwawancarai oleh media massa nasional maupun internasional berkaitan dengan Ateisme di Indonesia).
Mari Beriman dan Beragama sekaligus tetap Berpikir dan Berakal sehat.
Iman tidak boleh Buta!
Ini cover bukunya:
Tulisan ini didedikasikan untuk lomba giveaway dari blog Sang Cerpenis Bercerita.